Sekolah merupakan masyarakat kecil lengkap dengan segala problimnya, dengan suka dan dukanya, dengan segala peraturannya. Dan insane-insan yang menyiapkan lahir bathinnya untuk berkarya di masyarakat ini yang dijuluki guru-guru, mestilah insane-insan yang tabah dalam menghadapi problem-problim terutama yang bernada minor. Kurang-kurang tabah, insane-insan itu ada harapan diberi sertifikat dokter untuk bercuti karena tekanan darah tidak normal atau badan tiba-tiba menjadi kerempeng tanpa segala jamu atau tablet pelangsing.
Sekolah tempat mengajar Drs. Karta Dundawigena (Kardun) alias yang punya lelakon berkarya, termasuk sekolah yang secara relative tidak banyak problem. Ini sama sekali tidak bermaksud mengatakan bahwa sekolah yang banyak problem “kenakalan” atau bahasa kerenya “Problem of Juvenile delinquency” adalah sekolah yang tidak beres. Karena beres tidaknya sekolah tidak tergantung kepada jumlah problem akan tetapi kepada para pemecahannya yang dapat menjamin terpeliharanya hubungan batin antara pendidik dan anak didik.
“Pak kardun, tolong mengisi di kelas II A, kebetulan Pak Edi sedang sakit, tapi beliau sudah menitipkan soal Matematika, bapak Kardun tinggal mengawasi saja !!” Kepala sekolah memberikan soal-soal matematika yang siap dibagikan kepada murid kelas II A.
“Baik Pak, akan saya laksanakan tugas tersebut, kebetulan saya mengajar pada jam pelajaran yang ke tiga.” Sambil menerima soal-soal ulangan matematika dari Kepala sekolah.
Jalil berlari menuju ruang kelas sampai di pintu dia berteriak mengagetkan teman-temannya yang sedang membuat rumus-rumus matematika pada secarik kertas, dan sebagian teman lainnya sedang mengerjakan latihan soal.
“Hure…hure..Pak Edi sakit, enggak masuk kelas, ulangan di tunda, sekarang pelajaran bebas !! ..”Bebas euy…!”“Hure…hure..” Cihuy…, bebas euy…”
Sebagian berdiri menyambut berita gembira itu, sambil melemparkan secarik kertas contekan berupa rumus matematika ke udara, sebagian dilemparkan ke temannya, sebagian lagi mengepalkan tinjunya dan mengucapkan “Yessss”
“Untung gua mah, tidak belajar tadi malam, habis ngantuk berat sih, sinetron tadi malam cerita yang terakhir… Si Dion akhirnya…….” Kata Minah yang ingin menjadi bintang film itu nyerocos menceritakan kepada Tutty.

Pak Kardun masuk ke Kelas II A, mengagetkan anak-anak yang sedang bergembira karena ulangan di tunda, berubah menjadi kekecewaan dan gerutuan.

“Selamat pagi, bapak mendapat tugas untuk menggantikan Pak Edi yang sedang sakit, akan saya bagikan soal ulangan matematika dan silahkan kerjakan yang paling mudah dulu, waktu sekitar 1,5 jam dan nanti dikumpulkan, selamat bekerja.” Pak kardun membagikan soal-soal ulangan matematika secara estafet dari depan ke belakang.
Pak Kardun mengawasi ulangan matematika sambil membaca surat kabar tentang kenaikan gaji guru yang akan dinaikan 300 % dan tunjangan fungsionalnya 500 % dan alokasi APBN untuk pendidikan dinaikan menjadi 35%.
“Dari pada untuk rekapitalisasai bank-bank bobrok yang katanya banyak bocor disana-sini lebih baik membangun SDM yang memadai dan jelas lewat pendidikan, guru sejahtera rakyat makmur sentosa” Pikir Pak Kardun dalam hati mengenang demo guru-guru di gedung MPR.
Ulangan sudah berjalan 20 menit anak-anak yang malas mulai bergerilya mencari contekan, rumus-rumus yang diselipkan mulai dibuka lagi….
“Hai Minah, apa-apaan itu matamu ?” Drs. Kardun sambil membelalak galak dari belakang kacamata. “ Jangan nodong, ya ngak becus mah, nggak becus saja.” Sambungnya sambil menggeser pantatnya karena terasa lagi gigitan beberapa ekor tumbila pada pantatnya.
Si Minah menunduk malu, mukanya kemerah-merahan karena kepergoki Pak Guru waktu menodong. Pak kardun pindah duduk kesebelah kursi tinggi agar lebih mudah mengawasi murid-muridnya. Pak Kardun memberikan nasehat :
“Matematika memang bukan pelajaran yang mudah. Terutama bagi siswa yang malas, yang baru membuka catatan kalau waktu ulangan telah mendesak.”
Pak kardun memang sukar dikibuli, semua catatan kecil yang dengan lihai dibuat oleh siswa, yang malas-malas untuk bahan penodongan dalam ulangan sukar dipergunakan. Mata Pak Kardun demikian tajam memergoki setiap kertas kecil yang muncul dengan perlahan-lahan dari lipatan buku dan tempat-tempat misterius lainya. Meskipun Pak Kardun sambil membaca sebuah surat kabar……. Seperti para pesulap The Master di acara tv, para Mentalist yang mampu membaca pikiran orang.
“Ait… Jalil, kalau nyontek pakai seni dikit dong !” Pak Kardun nyeletuk lagi sambil matanya tetap terpaku pada surat kabar.“Eeeh, tiddak pak, mau pinjam tepe ex” Jalil menyengir-nyengir sambil memegang kepalanya yang kosong. Usahanya untuk melirik pada pekerjaan Si Mohtar siswa terpandai dikelas mengalami kegagalan. Dia tidak putus asa.
“Pada suatu waktu aku mesti berhasil. Guru yang brengsek yang berlagak James Bond ini pada suatu waktu mesti lengah.” Kata Jalil dalam hati.Pak kardun membaca surat kabar lagi. Aanak-anak malas mulai siap-siap untuk melirik pada pekerjaan teman-temannya, meskipun mereka tahu bahwa temannya itu tidak lebih pintar.
Tiba-tiba semua mata tertuju pada pak Kardun. Dia menghampiri Sience anak tergenit yang sedang menunduk. Pak Kardun mengambil sebuah buku yang dipakai alas kertas ulangannya.
“Hmmmm ! Apa-apaan nih ?” Kata pak Kardun dengan wajah berkerut.
“Anu pak, buku…buku..pinjam pak.” Kata Sience dengan malu kepergok guru mentalist, tunduk kemalu-maluan. Sience dulu barangkali namanya Sinem atau Sinah.
Siswa-siswa meneruskan pekerjaanya dan mereka yang malas-malas meneruskan usahanya untuk mencontreng pekerjaan temannya. Hati mereka bertanya-tanya buku apa yang dirampas Pak Kardun dari tangan Sience.Pada waktu istirahat Sience dipanggil ke ruang kantor guru piket Pak Kardun, teman-temannya menanti di luar ruang guru.
"Buku siapa ini Neng ?" Sambil melemparkan buku tersebut di depan Sience (Introgasi ala Satpam pada pencuri)"
"Pinjam Pak" Dengan suara yang gugup
"Pantaskah kau bawa ke sekolah ?" Pak Kardun meminta penjelasan.
Sience : " Ti.....tidak Pak." Dengan terbata-bata.
"Mengapa kau baca ?"
"Sekedar ingin tahu saja, Pak." Katanya kemalu-maluan.
"Bukan untuk kau lakukan ? Hahahahahah, Sience, Sience ! Hahaha Anak sehijau kamu, bukan untuk kau lakukan ?"
" Eey si Bapa Mah" Dia mulai memamerkan kegenitannya. "Masa, atuh Pak."
"Awas ya, jangan kau baca buku cabul semacam ini. Malam Pengantin lagi. Hmmmm Hmmm ! Kamu toh masih pelajar. Buku tidak bermoral semacam ini. Hm hm ! Kau banyak baca buku-buku yang berguna, Sience, look at me !" Dengan satu gerakan buku itu sobek menjadi dua, dan sebentar kemudian melayang ke sebuah tempat sampah.
"Kau berjanji tak akan baca buku cabul semacam itu ya ?"
"Ya Pak." Katanya dengan pilu.
“Kau boleh pergi sekarang, bacalah buku-buku yang berguna. Zaman reformasi ini memerlukan bacaan yang bersifat membangun. Bukan blue books semacam buku sompret itu. Waktu aku muda belum pernah aku hamburkan nyawaku dengan bacaan sampah itu. Kau boleh pergi sekarang.” Khotbah Kardun kepada Sience.
Teman-teman Sience menyambut di luar ruang guru, dengan tertawa dan gembira. Pak Amin masuk ke ruang guru.
“Ada apa Dun, dengan Sience ?” Pak Amin bertanya sambil membawa Koran yang masih di baca Pak Kardun.
“Biasa dia ingin konsultasi, masalah kesulitan belajar di rumah.” Pak kardun menutupi masalah yang sebenarnya terjadi.
“ Oooh itu, saya kira dia berkelahi dengan temannya di kelas…” Sambil keluar kantor membawa Koran tanpa sepengetahuan Pak Kardun.
“ Pak, Pak Dulhamid tidak datang. Bapak saja sekarang yang mengajar.” Kata seorang wanita murid kelas IB dengan menongholkan kepalanya saja di pintu.
“Nanti saja, giliran bapak kan dua jam lagi, bapak mau istirahat dulu yah” Pak Amin nanti masuk ke kelas.” Katanya dengan tegas.
“Sompret ! Koran dipinjam si Amin lagi.” Gerutu Pak Kardun. “Mana harus menunggu 2 jam pelajaran lagi.” Mata Pak Kardun tertuju kea rah tempat sampah.
Diruang kelas Pak Kardun mendapat giliran mengajar.
“Coba Tina bantu Bapak mencatat soal-soal ini di papan tulis, kemudia kerjakan, dan nanti kita bahas bersama-sama jawabannya ?”
“Baik Pak.” Kata Tina.
Tina yang tulisannya paling bagus menulis soal-soal dipapan tulis, sementara Pak Kardun sedang membuka sebuah kitab yang tebal yang mereka kenal sebagai buku piket. Pak Kardun agaknya sedang membaca isi kitab yang tebal besar itu.
“Sompret !!” Dia tersenyum masam sendiri. Diantara dua lipatan buku tebal itu. Pak Kardun sedang asyik membaca sebuah buku kecil yang sudah sobek menjadi dua.
Syahdan pada suatu ketika Ibu Inah memergoki beberapa anak gadis sedang bercekikan sambil melihat beberapa buah foto, ternyata foto-foto itu adalah foto-foto adegan kotor ala Denmark. Bila yang melihat “ gambar-gambar Domba” itu adalah orang dewasa (siapa pula yang belum pernah melihatnya) niscahya sang ibu akan bertindak lain. Tetapi yang melihat justru anak perempuan siswa kelas satu dan diruang kelas lagi.
“Majalah apa itu Mience ?” Katanya dengan galak “Sini berikan pada ibu!!” Maka majalah kotor itupun dirampas sementara si siswa mendapat teguran dan nasihat.
“Bukan punya saya bu, saya menemukannya di halaman sekolah.” Keluh Sience.
“Ibu peringatkan, yah !! Jangan bawa buku-buku yang tidak bermoral, ke sekolah, apalagi membacanya !!” Sambil merampas buku itu “ Kalian kesini mau belajar, yah..bukan mencari hiburan, apalagi yang hiburan kotor ini.”
“Kami hanya menemukan di halaman sekolah bu, waktu kami olah raga, tapi bukan punya kami …betul bu.”
Ketika Kepala Sekolah mendapat laporan peristiwa itu, maka diambil keputusan bahwa pada hari Senin akan datang diadakan “Razzia”. Siapa tahu barangkali selain foto juga terdapat ganja atau benda-bendan narkotika lainnya.
“Setelah mendengar dari Ibu Ina, saya beserta Pak Kardun Wakil Kepala Sekolah memutuskan untuk melakukan Razzia yang akan dilakukan pada hari Senin pada saat upacara bendera” Kata Kepala Sekolah ketika rapat dengan para guru diruang rapat.
“Teknisnya bagaimana Pak, karena waktu upacara hanya sebentar ? Tanya Ibu Ina.
“Ketika upacara berlangsung, beberapa guru masuk kelas, satu, dua dan tiga kemudian memeriksa setiap tas siswa, siapa tahu ada yang membawa barang-barang narkotika, majalah porno atau VCD porno.”
“Bagaimana bila ada surat-surat cinta ?” Tanya Ibu Metty ibu guru muda yang agak centil.
“Surat cinta adalah sebuah kebebasan dan hak manusiawi, jadi tidak sama dengan foto cabul. Tapi ada baiknya bila saudara sekilas membacanya untuk bahan pengenalan lebih mendalam terhadap siswa itu dan mengetahui apakah cintanya itu “sehat” Atau “tidak”.” Kata sang Kepala Sekolah.“Mungkin Pak Kardun mempunyai pandangan atau pendapat mengenai masalah ini ?” kata Kepala Sekolah melanjutkan sambil melirik Pak Kardun yang terlihat termenung, setengah mengantuk.
“Secara psikologis “kenakalan remaja” anak puber tidak sama dengan “nakal” para Oom dan para tante. Kenakalan remaja bermula dari keingin tahuan yang sebenarnya merupakan salah satu unsur belajar. Tugas kita para pendidik ialah agar naluri ingin tahu hal-hal yang sudah diketahui (dan dilaksanakan) orang-orang dewasa jangan sampai mereka menjadi kecanduan sehingga ekses-eksesnya akan timbul.” Pak Kardun mengungakapkan kembali pelajaran Psikologi Pendididkan, yang dipelajari waktu kuliah di IKIP atau UPI (Universitas Padahal IKIP) sekarang.Arkian razziapun diadakan ketika para siswa sedang berbaris apel pada hari senin.
“Anak-anakku sekalian, bapak mohon pengertian dari kalian, karena ada satu hal yang sama sekali tidak menyenangkan telah terjadi disekolah ini. Maka kami akan memeriksa kantong-kantong anda sekalian. Kamipun tidak suka mengubrak-abrik milik orang lain. Akan tetapi apa boleh buat, ini adalah tugas dan demi ketenangan belajar para siswa sendiri. “Kalian harap diam dulu disini, karena kami akan mengadakan razzia ke kelas-kelas.” Kata Kepala Sekolah sang inspektur upacara dengan tegas.Perasaan terkejut dan cemas terbayang pada wajah-wajah siswa. Siapa pula yang senang milik pribadinya diperiksa orang, apakah itu legal atau tidak legal. Guru-guru masuk ke kelas-kelas.
Kardun mendapat tugas menggeledah kelas I B, bersama seorang ibu guru, Ibu Inah, yang kini merupakan seorang akseptor KB yang paling setia. Merekapun mulai menjalankan tugas.
“Bu, Inah agar penggeledahan berjalan lancar, kita bagi saja dua deretan bangku yang akan diperiksa. Ibu Ina di deretan sebelah Timur dan saya di deretan sebelah Barat. Setuju Bu..!!”
“Setuju sajalah..saya mah ikut suami saja..hahahah.?” Katanya dengan centil.
Setelah memeriksa beberapa deret bangku Pak Kardun dan Ibu Inah menyimpulkan tidak ada benda-benda yang masuk daftar hitam.“ Saya kira tidak ada hal-hal yang patut dicurigakan yang bisa mengecilkan hati. Hanya beberapa pucuk surat cinta, buku-buku nyanyian pop, beberapa majalah hiburan, uang kertas terselip disana-sini, catatan-catatan rahasia, rumus-rumus pembantu ulangan, bila kebetulan sang pengawas sedang lengah.” Kata Kardun menyimpulkan.
“Paling banyak tentang surat-surat cintrong dalam tas para siswa.” Kata Ibu Inah menyimpulkan hal yang sama.“Surat cintrong adalah benda pribadi yang paling aman bagi anak-anak untuk menyimpan rahasia pribadi, adalah wajar bahwa disanalah diketemukannya surat-surat itu. Mungkin menurut mereka bila disimpan di rumah niscahya orang tualah yang akan melakukan razzia terhadap surat-surat malang itu.” Kata hatinya sambil bahagia mengenang masa mudanya, yang punya julukan “Sang Romantis”
Tinggal sebuah bangku yang belum diperiksa Drs. Kardun. Sebuah tas wanita terletak diatasnya. Ia tenang-tenang membukanya untuk menjalankan tugas. Ketika membukanya ia mendapatkan sejumlah benda-benda yang benar-benar mencurigakan.
“Waduh gawat, tempat duduk siapa ini. Tablet-tablet “Nelstrin” dan beberapa alat yang termasuk daftar KB, terdapat disana. Sungguh mencurigakan ? Siswa wanita dengan pencegah-pencegah kehamilan.” Ia memutar otaknya, mengapa benda-benda untuk orang yang telah berkeluarga sampai terdapat di bangku siswa itu ? Jangan-jangan siswa putri itu ?
Drs. Kardun mengadakan penyelidikan lebih mendalam lagi terhadap isi tas itu. Ia tak sempat meneruskan tugasnya karena terlihat Ibu Inah berlari-lari menghampirinya sambil merebut tas itu.
“ Ey, Si Bapak etamah, punya saya…”

RIBUT  

DRS.KARDUN 0 komentar

Terlambat bangun menyebabkan yang punya lelakon Drs. Kardun, pergi ke sekolah tanpa sarapan dulu. Padahal sarapan merupakan satu service yang penting terhadap tubuh yang mesti dilaksanakan secara teratur. Pantaslah di lembur sinyoh-sinyoh , breakfast, onbijt, fruhstuk, merupakan bagian hari yang penting Dengan sarapan yang cukup untuk memberikan energi mereka siap memulai acara harian . Tentu saja tidak dengan jumlah yang berlebihan sehingga badan sulit diajak bekerja seperti sepeda motor yang kebanyakan oli dan bensin yang akibatnya “ngerebek” sukar distar.
Di rumah Pak Kardun di sebuah ruang kerja, Entin (Ny. Kardun) memasuki kamar kerja terlihat Pak Kardun sedang sibuk di meja komputer sedang membuat sebuah naskah.
“Pak sudah jam 03.00 sudah terlalu larut malam kamu belum tidur juga ?” Bu Kardun berusaha mengingatkan kerja keras suaminya yang melebihi kapasitasnya.
“Sebentar lagi selesai, tanggung ini naskah harus dikirimkan besok ? Dengan mata terjaga yang memerah sulit untuk terpejam.
Sampai pukul 04.30 adzan subuh, naskah baru selesai dikerjakan. Sesudah sholat subuh ia berdoa sambil ketiduran diatas sajadah. Pak Kardun masih tertidur dikamarnya, istrinya masuk membangunkannya.
“ Kang bangun sudah jam 6.30, kesiangan nih, aku harus mengantar anak-anak se sekolah, aku berangkat duluan”
“ Ya..yah duluan deh, kau berangkat duluan…” Dijawab dengan malas, dengan bola mata yang 25% terbuka, setengah sadar antara ingat dan ngantuk.
Ibu Kardun dan anak-anak berangkat ke sekolah, Pak kardun sendirian di rumah. Bangun kesiangan 20 menit. Jadwal rutin sebelum berangkat, mandi, baca koran, sarapan pagi terlewatkan. Sarapan pagi sudah habis oleh anak-anak karena ada acara makan di sekolah.
Arkian ketika ia berdiri di kelas itulah, pada jam pertama sang usus sudah mulai mengajukan usul-usul dan kecaman pedas dengan bunyi yang kesohor sepanjang masa. Sedangkan perut yang sedang berdangdut tidak karuan merupakan suatu hal yang tidak boleh dibiarkan. Dalam benak pikirannya ia berbicara :
“Salah-salah bias kejatahan sakit “maag” tanpa usul. Perut lapar apalagi tidak dapat dibawa bekerja. Kenakalan dan kerewelan usus biasanya membuat otak dan mata ikut tidak berkomunikasi secara normal dengan anak-anak dididknya” Kemudian ia mengatur strategi, agar dapat ke warung barang 10 menit.
Drs. Kardun telah mangambil keputusan bulat untuk menyabarkan sang usus. Sementara kelas sudah diberi bahan kegiatan untuk selama 10 menit, Pelajaran sejarah Dunia.
“Bapak akan memberikan tugas yang menantang masalah Revolusi Inggris soalnya antara lain ?
1. Keadaan dan peristiwa yang menyebabakan revolusi Inggris ?
2. Apa inti kejadian proses produksi yang mengakibatkan revolusi industri?
3. Apa akibat-akibat revolusi industri di Inggris?
4. Apa hubungan antara revolusi industri dengan berdirinya Partai buruh di Inggris?
“Silahkan di kerjakan di kertas selembar, nanti kita bahas satu persatu , Okey!!!”
Sementara yang punya lelakon langsung menuju warung Mang Ibin di belakang sekolah untuk memesan leupeut, rempeyek dan mie baso yang pasti dapat menghentikan dangdut intern. Bila tidak normal bisa menyebabkan tugas dilaksanakan secara serampangan dan mungkin dicampur ngambek, setiap insan kelihatan sifatnya yang asli. Tanpa polesan tanpa gengsi tanpa melihat apa yang disebut etiket. Pantas sinyo Britania mempunyai sebuah peribahasa “Hungger is the best sauce” lapar adalah bumbu yang paling jitu.
“Seorang guru tidak boleh lapar apalagi kelaparan dimuka kelas. Guru yang lapar mengajarnya tidak beres. Suka ngambek-ngambek atau ngantuk. Dan seorang guru yang ngambek sebaiknya jangan terus mengajar, istirahat dulu atau ambil “time out” seperti volley ball barang beberapa menit” Pikir pak Kardun melakukan jastifikasi atau pembenaran atas sikapnya itu, sambil memesan hidangan.
“Bi, biasa pesan baso, leupeut dan rempeyek jangan lupa saosnya !!!
“Biasa Den, pakai ceker ayam dan sosin…? Tanya bi Ibin.
“ Biasa weh bi…!”
Mang Oyo yang tahu Pak Kardun ada di warung menghampirinya.
“Maaf Pak, bapak Kepala Sekolah memerlukan bapak sebentar di kantor.”
“Memang ada apa mang?” Deangan herani bertanya.
“Kurang tahu …atuh Emang mah? Sambil makan beberapa kerat pisang goreng.” Kayaknya sebentar saja Den?”
Selamam lima menit Drs. Kardun sebagai wakil kepala Sekolah dan bapak Kepala Sekolah terlibat dalam sebuah perbincangan singkat.
“Assalamu ‘alaikum, ada apa pak?’
“ saya mendapat tugas dimnas ke Jawa Tengah, ada lokakarya selama tiga minggu, bapak Kardun nanti menjadi PJS Kepala Sekolah selama saya di Jawa Tengah !!!”
“baik Pak, akan saya laksanakan tugas berat ini !!!”
“Pak Kardun, nanti setelah mengajar menemui saya lagi ?”
“Baik pak” dengan sigap seperti tentara yang telah menyampaikan laporan bahwa upacara telah selesai. “Laksanakan”
Setelah selesai berbincang dengan Kepala Sekolah menuju warung untuk menyantap pesanan karya kebolehan Bi Ibin. Rempeyeknya terkenal empuk dan basonya mesti darurat akan cukup mampu menengkan usus Drs. Kardun yang tidak terlalau ogoan (manja) dalam soal makanan.
“Murid-murid pasti tidak tahu kalau aku nyelonong ke warung. Ke tahuan sedang ke warung pasti akan menyebabkan ketatnya disiplin sekolah yang sudah direntangkan menjadi terganggu. Ini sekedar untuk kali ini, hal yang sangat darurat, gara-gara tidak sarapan.” Pikir Kardun perlahan-lahan berjalan ke warung.
Drs. Kardun tiba-tiba di warung….ia menemukan dua orang siswa perempuan sedang jajan, padahal seharusnya mengerjakan soal yang ditinggalkan Drs. Kardun . Mereka nampak terkejut dan malu. Dalam hal disiplin yang punya lelakon terkenal streng.
“Ngapain kamu bolos disini ? Orang lain sedang asik bekerja.” Bentak Pak Kardun.
“Habis, lapar Pak.” Kata Nita sambil menyuap leupeut dan bala-bala kedalam mulutnya.
“Lapar ?” Apakah kamu tidak mengetahui peraturan yang mengatakan. Semua murid tidak boleh keluar kelas pada waktu pelajaran sedang berlangsung. Dan Kan bapak sudah memberikan tugas, apakah kamu sudah menyelesaikannya ???”
“Belum Pak, habis belum sarapan pagi pak.” Kata Tine yang mulutnya penuh dengan makanan.
“ Sekarang kamu masuk kelas dan kerjakan soal bapak.”
Dan selama lima menit penuh Drs. Kardun sibuk dengan nasehat-nasehat dan peringatan untuk kemudian kembali lagi ke kelas dan melupakan leupeut, rempeyek dan bakso ceker ayam untuk sementara waktu.
“Terus menerus mengajar sementara mata mulai berkunang-kunang dan perut berontak tidak banyak faedahnya.” Demikian dalam pikiran Kardun sambil memegang perutnya.

Pak Kardun masuk rumah dengan motor vespa hijau mungilnya, langsung bergegas ke ruang makan, menghampiri istrinya yang sedang masak di dapur.
“Mah… aduh lapar nih, dari pagi belum diisi dengan nasi !!! Sambil masuk kamar menggati pakaian kantornya.
“Habis akang bangun kesiangan, sebentar kang, nasinya baru setengah matang, paling juga 15 menit lagi !!! Sambil mengupas bawang merah yang membuat matanya berlinang air mata.
“ Aduh sudah tidak tahan nih, perut sudah berdangdut minta diisi !!! Sambil memegang perutnya.
“Yah, kalau sudah tidak sabar, ambil saja sendiri, tuh kayaknya kalau sayur lodeh sudah siap, dipanci.” Sambil kesal menyuruh suaminya self service.
Pak Kardun mengambil piring dan centong mengambil nasi setengah matang langsung dari langseng dan sayur lodeh dari panci. Dengan lahap dia makan seperti singa kelaparan.
“Tidak serasi sekalai… nasi setengah matang, sarur lodehnya kurang garam lagi…” berbicara sambil makanan penuh di mulut, nasi panas dan lodeh panas.
"Salah sendiri, ngak sabar sih, kalau mau nunggu nasi matang sayur enak harus sabar menunggu donk…” Istrinya dongkol pada suaminya 25 % marah.

Sebelum bnerangkat ke kantor , anak-anak sibuk mempersiapkan untuk berangkat ke sekolah, demikian juga ibu Kardun membantu mempersiapkan mereka. Pak Kardun membawa celana kantor yang sobek belum diperbaiki.
“ Mah… masa ini celana sobek sudah satu minggu belum kau perbaiki, hari ini aku aku harus memakai celana seragam ini, nanti celana dalamnya kelihatan donk.” Sambil memasukan celana kantor yang bolong di atas kepalanya sambil tersenyum kecut.
“Sini akau jahitkan, habis akang naruhnya dimana saja, waktu sudah mepet baru minta dijahitkan.” Sambil menarik celana kantor pak Kardun sambil menggerutu.
“Lho kok, kamu jadi sering marah-marah begitu …akhir-akhir ini.” Dengan nada melihat melihat sikap istrinya . “ Biar aku saja yang menjahit kalau kau tidak mau ? Biar sini.” Ia mulai kesal kesal juga melihat sikap istrinya hari-hari ini. Ia merebut celana dari tangan istrinya.
“Biar-biar aku bereskan.” Sambil pakaian itu ditarik lagi dari tangan suaminya. “Akang tahu beres saja.” Masih dengan nada marah yang meningkat menjadi 50 %.
Kamila menghampiri bapak dan ibunya yang sedang tarik menarik celana panjang kantor pak Kardun.
“ Papa sama Mama jangan berantem.” Sambil tangannya bertolak pinggang sebelah kiri dan tangan kanan menunjuk ibu dan bapaknya.
“ Enggak sayang papa sama Mama sedang latihan tarik tambang buat perlombaan.” Dengan perasaan malu pertunjukan mereka disaksikan oleh anaknya.
“Papa sama Mama janji mau belikan baju baru, buat ulang tahun Kaka nanti sore kan, Pap !!! Sambil mengharapkan persetujuaan papa dan mamanya.
“Yah, sayang nanti kita belanja bersama-sama , Oke !!! “ Tanda setuju.
“ Oke deh kalau begitu , kaka pergi dulu ke sekolah ?? Sambil mencium kedua tangan orang tuanya.

Pak Kardun sedang memimpin rapat PGRI di ancab Legok Winaya sampai sore belum selesai juga, Kamila dan Bu Kardun sudah lama menanti di teras depan rumah dengan hati yang was-was.
“Kemana Papa, kok belum juga pulang, kan sudah janji mau belikan baju baru sekarang ? Sambil menangis menghampiri ibunya. “ Pengen baju baru huhuhu….pengen baju baru uuuuuuu.” Menangis semakin keras.
“ Sebentar sayang, mungkin papamu sedang di perjalanan,… sebentar… sebentar juga dia sudah sampai ????
Sampai pukul 17.30 Pak Kardun belum juga pulang ke rumah. Pak Kardun baru masuk ke rumah dengan motor vespanya.
“Aduh maaf, papa harus rapat dulu di PGRI, ada masalah penting yang harus dibahas.” Katanya dengan meminta belas kasihan kepada istrinya dan anaknya.
“Gimana sih papa kan sudah janji.. mau beliin baju baru, papa ingkar janji lagi…” sambil menangis memukul papanya.
“Terlalu Pap, kita sudah menjanjikan membeli baju baru kepada Kaka sebulan yang lalu tapi akang cuma janji-janji sajaa !!!” Menambah dukungan buat anaknya.
“ Maaf,…ini tidak disengaja…bagaimana kalau besok sore, sekarang sudah malam ?” Sambil merendah, meredakan suasana.
“Nagak mau… pengen sekarang, ingin baju baru.” Sambil berlari kekamar tidurnya dan membanting pintu kamar.
“ Makanya Pap, jangan banyak bikin janji, pada anak-anak.” Mendukung sikap demonstrasi anaknya. Marahnya naik menjadi 100%.
“ Mah, aku kan sudah berusaha …, tapi inilah usahaku.” Berusaha membela diri tapi istrinya sudah lari tidak mendengarkan ucapannya. “Semuanya sama-sama penting, aku harus memilih dari semua yang penting dan ..aku bingung sekarang ini…hahh." Ia kesal menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Pak Kardun dan bu Kardun semakin sering terlibat dalam pertempuran-pertempuran di garis belakang. Anak-anak sering terpelongo ke heranan melihat Papa dan Mamanya yang sangat doyan kasih nasehat agar selalu akur dengan saudara-saudaranya itu, saling gasak dengan kata-kata galak, atau saling gembot dengan pelotot sebesar jengkol. Debat-debat kusir tanpa uang sidang yang sangat sering mereka selenggarakan apabila situasi sudah gawat.

Dua minggu kemudian setelah pertempuran agak mereda, pertengkaran yang membuat keduanya kelelahan. Pertengkaran itu jelek pikir mereka. Dan untuk mengharmoniskan keluarga keduanya sepakat dimeja perundingan mereka pergi ke tempat biro konsultasi keluarga dengan psikolog yang terkenal Prof. DR. M. Akur.
“ Sebetulnya ada masalah apa antara Pak Kardun dan Ibu ?”
“ Saya heran Pak Prof, istri saya ini akhir-akahir ini cepat marah…” sela Pak Kardun.
“Siapa yang marah, tapi siapa yang memulainya…?” Istrinya tidak mau menerima.
“ Yah sudah cukup-cukup, dalam buku saya yang berjudul “Rumah tangga dan perkawinan” Masing-masing Pak Kardun dan Bu Kardun harus ada toleransi, saling pengeertian control dan kritik diri yang merupakan resep yang paling mujarab, bahwa keharmonisan rumah tangga tak dapat dibina apabila salah satu pihak mau menang sendiri saja.” Dengan tenang sambil melihat ke kiri dan kekanan melihat Pak dan Ibu Kardun.
“ Sekarang Pak Kardun sampaikan kepada saya apa-apa saja kebaikan dari istri Pak Kardun, seperti misalnya dia itu setia,… suka membantu, ceria dst. Demikian juga Ibu Kardun sampaikan kepada saya kebaikan-kebaikan suami ibu. Semua itu maksud saya adalah bahwa orang itu tidak selalu jahat pasti ada sisi baiknya, kadang-kadang baik, kadang-kadang salah. “ Diferent situation diferent character.” Dengan meyakinkan pak Profesor berkhutbah.
Nasihat itu ternyata sangat manjur. Katup pembukanya sebenarnya adalah niat kami sendiri untuk memperbaiki perahu perkawinan yang sudah bocor karena gerogotan-gerogotan sengketa rumah tangga. Diprakarsai oleh niat kami untuk menambal bocor-bocor perahu perkawinan kami, maka segala nasihat itu kami jalankan dengan hasil yang maximum. Dan kenikmatan perkawinan terasa hangat apabila setelah badai sengketa mereda, matahari keharmonisan kembali bersinar, yang lima belas tahun yang lalu pernah diberi ikrar kasih tanpa reserve disaksikan bintang-bintang dilangit mendung.

Satu bulan kemudian, terbit dari keinginan untuk menjalankan, terima kasih meraka dan sekalian menikmati kembali secomot keindahan masa berduaan mereka berniat akan mengunjungi Pak Profesor pada suatu senja yang mencorong.
“ Mah, sudah lama kita tidk jalan-jalan bersama. Muter-muter keliling kota.” Sambil memegang tangan istrinya dengan mesra.
“Betul Kang, rasanya membosankan kalau di rumah terus-terusan.” Dengan manja dia bicara seperti waktu masih gadis.
“ Kamu lucu deh, cantik sekali, bagaimana kalu kita silaturahmi ke tempat konsultasi Prof. M. Akur, sesudah itu kita jalan-jalan ke Mall ?”
“Tapi bukan untuk konsultasikan, rasanya kita punya masalah lagi yang harus di selesaikan !!!”
“Tidak, hanya silaturahmi saja, sekalian mampir.”
Dengan sepeda motor sebuah vespa tahun 1975 tetap dijalankan “safe” menuju tempat praktek rumah Pak Professor.

Diperempatan lima tiba-tiba Pak Kardun melihat sebuah Mercy menuju utara. Seorang pria tengah umur dan seorang wanita muda yang cukup menarik.
“Pak Professor dengan ibu, sepertinya sudah pulang dari tempat prakteknya.” Kata pak Kardun pada istrinya yang rapat menempel dibelakang dengan suara keras karena suara motor si Dukun yang meraug-raung.
“ Kita langsung saja kerumahnya, Kang !!!”
“Aku tidak tahu Mah, dimana rumahnya tapi nanti aku Tanya Bung Kadir nanti dia akan memberi tahu kita rumah Prof. DR. Akur.”
“Kalau begitu kita langsung saja ke Supermarket, kita kan sedang jalan-jalan.” Sambil memegang erat pinggang suaminya.
“Sebenarnya aku belum kenal Ibu professor itu. Tapi aku yakin bahwa itu adalah istrinya. Terpaksa kita tangguhkan kunjungan sore itu. Karena kita tak tahu sampai jam berapa Pak Professor dan Ibu yang catik itu sampai di rumah.”
Beberapa hari kemudiah, setelah mengetahui alamat rumah bapak Prof. Dr. M. Akur.
“Mah, sekarang menurut perhitungan bahwa Bapak Prof. dan Ibu pasti ada dirumah ??? Alamatnya ku peroleh dari Bung Kadir yang pernah berkunjung ke sana.” Dengan gembira mengajak istrinya.
“Iyah,.. kesempatan yang baik kang, ayo kita berangkat sekarang.” Sambil berangkat ke kamar mempersiapkan pakaian.

Si Dukun (motor vespa) mereka simpan dipinggir jalan sebuah toko, tanpa dikunci. Karena toh bangsat mana pula yang mau menggasak sepeda motor setua itu. Dan kalaupun mencoba, masih disangsikan kesanggupannya untuk menjalankannya. Kami berjalan menuju rumah Pak Professor. Matahari sore bersinar lembut. Istriku makin nampak cantik setelah gencatan senjata itu. Mereka mendekati rumah Pak Professor.
Tiba-tiba mereka mendengar suara maki-makian, galak, cerewet dan lantang. Jelas keluarnya dari tenggorokan seorang perempuan yang sedang marah.
Kulihat perempuan itu keluar. Pendek gemuk dan sekitar berumur 40-an. Dengan bertolak pinggang ia melihat, atau lebih tepat melotot ke dalam rumah sambil tangannya yang gemuk-gemuk bertolak pada pinggangnya yang sukar dibedakan dengan pinggulnya. Ia marah benar nampaknya. Dan aku teringat saat-saat yang semacam itu beberapa bulan yang lalu sering kami alami.
“Pasti Pak Professor akan segera turun tangan untuk mendamaikan perempuan maha galak ini dengan suaminya.” Kata Pak Kardun kepada istrinya.
Istrinya terdiam mendengar suara itu.
“Ayooooo., keluaaaaaaaar, monyet tua !!” Ia melolong panjang. “ Sipeot yang tak tahu diri. Ayo keluar peooooT !” Aku minta cerai sekarang juga peooot !” Dan dengan gagahnya ia menantang ke dalam rumah.” “Tua bangka yang tak tahu diri. Peot-peot masih pacaran. Ayo ceraikan aku sekarang juga.”
Dan dengan lincah , mungkin karena marah sehingga mampu menggerakan gumpalan-gumpalan daging tubuhnya demikian cekatan. Ia masuk kedalam rumah untuk barangkali menyeret suaminya.
“Mah, tunggu saja disini dulu, sebentar. Kalau Pak Prof, ada di rumah kita langsung menemuinya, kalau tidak kita pulang lagi saja.”
“Si perempuan gendut itu menarik tangan, menyeret suaminya, yang tampak sangat ketakutan. Wah gawat…” Aku memalingkan muka. Adegan ini terlalu tragis untuk aku lihat. Aku tak tahan lebih lama lagi berdiri di tempat itu. Kutarik lengan istriku untuk kembali ke sepeda motor yang dengan taatnya menanti di pinggir toko.
Aku tak tahan melihat Pak Professor diperlakukan dengan kejamnya oleh istrinya.
“Mah, kita pulang saja. Pak Professor dan ibu sedang tidak ada di rumah….”