Terlambat bangun menyebabkan yang punya lelakon Drs. Kardun, pergi ke sekolah tanpa sarapan dulu. Padahal sarapan merupakan satu service yang penting terhadap tubuh yang mesti dilaksanakan secara teratur. Pantaslah di lembur sinyoh-sinyoh , breakfast, onbijt, fruhstuk, merupakan bagian hari yang penting Dengan sarapan yang cukup untuk memberikan energi mereka siap memulai acara harian . Tentu saja tidak dengan jumlah yang berlebihan sehingga badan sulit diajak bekerja seperti sepeda motor yang kebanyakan oli dan bensin yang akibatnya “ngerebek” sukar distar.
Di rumah Pak Kardun di sebuah ruang kerja, Entin (Ny. Kardun) memasuki kamar kerja terlihat Pak Kardun sedang sibuk di meja komputer sedang membuat sebuah naskah.
“Pak sudah jam 03.00 sudah terlalu larut malam kamu belum tidur juga ?” Bu Kardun berusaha mengingatkan kerja keras suaminya yang melebihi kapasitasnya.
“Sebentar lagi selesai, tanggung ini naskah harus dikirimkan besok ? Dengan mata terjaga yang memerah sulit untuk terpejam.
Sampai pukul 04.30 adzan subuh, naskah baru selesai dikerjakan. Sesudah sholat subuh ia berdoa sambil ketiduran diatas sajadah. Pak Kardun masih tertidur dikamarnya, istrinya masuk membangunkannya.
“ Kang bangun sudah jam 6.30, kesiangan nih, aku harus mengantar anak-anak se sekolah, aku berangkat duluan”
“ Ya..yah duluan deh, kau berangkat duluan…” Dijawab dengan malas, dengan bola mata yang 25% terbuka, setengah sadar antara ingat dan ngantuk.
Ibu Kardun dan anak-anak berangkat ke sekolah, Pak kardun sendirian di rumah. Bangun kesiangan 20 menit. Jadwal rutin sebelum berangkat, mandi, baca koran, sarapan pagi terlewatkan. Sarapan pagi sudah habis oleh anak-anak karena ada acara makan di sekolah.
Arkian ketika ia berdiri di kelas itulah, pada jam pertama sang usus sudah mulai mengajukan usul-usul dan kecaman pedas dengan bunyi yang kesohor sepanjang masa. Sedangkan perut yang sedang berdangdut tidak karuan merupakan suatu hal yang tidak boleh dibiarkan. Dalam benak pikirannya ia berbicara :
“Salah-salah bias kejatahan sakit “maag” tanpa usul. Perut lapar apalagi tidak dapat dibawa bekerja. Kenakalan dan kerewelan usus biasanya membuat otak dan mata ikut tidak berkomunikasi secara normal dengan anak-anak dididknya” Kemudian ia mengatur strategi, agar dapat ke warung barang 10 menit.
Drs. Kardun telah mangambil keputusan bulat untuk menyabarkan sang usus. Sementara kelas sudah diberi bahan kegiatan untuk selama 10 menit, Pelajaran sejarah Dunia.
“Bapak akan memberikan tugas yang menantang masalah Revolusi Inggris soalnya antara lain ?
1. Keadaan dan peristiwa yang menyebabakan revolusi Inggris ?
2. Apa inti kejadian proses produksi yang mengakibatkan revolusi industri?
3. Apa akibat-akibat revolusi industri di Inggris?
4. Apa hubungan antara revolusi industri dengan berdirinya Partai buruh di Inggris?
“Silahkan di kerjakan di kertas selembar, nanti kita bahas satu persatu , Okey!!!”
Sementara yang punya lelakon langsung menuju warung Mang Ibin di belakang sekolah untuk memesan leupeut, rempeyek dan mie baso yang pasti dapat menghentikan dangdut intern. Bila tidak normal bisa menyebabkan tugas dilaksanakan secara serampangan dan mungkin dicampur ngambek, setiap insan kelihatan sifatnya yang asli. Tanpa polesan tanpa gengsi tanpa melihat apa yang disebut etiket. Pantas sinyo Britania mempunyai sebuah peribahasa “Hungger is the best sauce” lapar adalah bumbu yang paling jitu.
“Seorang guru tidak boleh lapar apalagi kelaparan dimuka kelas. Guru yang lapar mengajarnya tidak beres. Suka ngambek-ngambek atau ngantuk. Dan seorang guru yang ngambek sebaiknya jangan terus mengajar, istirahat dulu atau ambil “time out” seperti volley ball barang beberapa menit” Pikir pak Kardun melakukan jastifikasi atau pembenaran atas sikapnya itu, sambil memesan hidangan.
“Bi, biasa pesan baso, leupeut dan rempeyek jangan lupa saosnya !!!
“Biasa Den, pakai ceker ayam dan sosin…? Tanya bi Ibin.
“ Biasa weh bi…!”
Mang Oyo yang tahu Pak Kardun ada di warung menghampirinya.
“Maaf Pak, bapak Kepala Sekolah memerlukan bapak sebentar di kantor.”
“Memang ada apa mang?” Deangan herani bertanya.
“Kurang tahu …atuh Emang mah? Sambil makan beberapa kerat pisang goreng.” Kayaknya sebentar saja Den?”
Selamam lima menit Drs. Kardun sebagai wakil kepala Sekolah dan bapak Kepala Sekolah terlibat dalam sebuah perbincangan singkat.
“Assalamu ‘alaikum, ada apa pak?’
“ saya mendapat tugas dimnas ke Jawa Tengah, ada lokakarya selama tiga minggu, bapak Kardun nanti menjadi PJS Kepala Sekolah selama saya di Jawa Tengah !!!”
“baik Pak, akan saya laksanakan tugas berat ini !!!”
“Pak Kardun, nanti setelah mengajar menemui saya lagi ?”
“Baik pak” dengan sigap seperti tentara yang telah menyampaikan laporan bahwa upacara telah selesai. “Laksanakan”
Setelah selesai berbincang dengan Kepala Sekolah menuju warung untuk menyantap pesanan karya kebolehan Bi Ibin. Rempeyeknya terkenal empuk dan basonya mesti darurat akan cukup mampu menengkan usus Drs. Kardun yang tidak terlalau ogoan (manja) dalam soal makanan.
“Murid-murid pasti tidak tahu kalau aku nyelonong ke warung. Ke tahuan sedang ke warung pasti akan menyebabkan ketatnya disiplin sekolah yang sudah direntangkan menjadi terganggu. Ini sekedar untuk kali ini, hal yang sangat darurat, gara-gara tidak sarapan.” Pikir Kardun perlahan-lahan berjalan ke warung.
Drs. Kardun tiba-tiba di warung….ia menemukan dua orang siswa perempuan sedang jajan, padahal seharusnya mengerjakan soal yang ditinggalkan Drs. Kardun . Mereka nampak terkejut dan malu. Dalam hal disiplin yang punya lelakon terkenal streng.
“Ngapain kamu bolos disini ? Orang lain sedang asik bekerja.” Bentak Pak Kardun.
“Habis, lapar Pak.” Kata Nita sambil menyuap leupeut dan bala-bala kedalam mulutnya.
“Lapar ?” Apakah kamu tidak mengetahui peraturan yang mengatakan. Semua murid tidak boleh keluar kelas pada waktu pelajaran sedang berlangsung. Dan Kan bapak sudah memberikan tugas, apakah kamu sudah menyelesaikannya ???”
“Belum Pak, habis belum sarapan pagi pak.” Kata Tine yang mulutnya penuh dengan makanan.
“ Sekarang kamu masuk kelas dan kerjakan soal bapak.”
Dan selama lima menit penuh Drs. Kardun sibuk dengan nasehat-nasehat dan peringatan untuk kemudian kembali lagi ke kelas dan melupakan leupeut, rempeyek dan bakso ceker ayam untuk sementara waktu.
“Terus menerus mengajar sementara mata mulai berkunang-kunang dan perut berontak tidak banyak faedahnya.” Demikian dalam pikiran Kardun sambil memegang perutnya.

Pak Kardun masuk rumah dengan motor vespa hijau mungilnya, langsung bergegas ke ruang makan, menghampiri istrinya yang sedang masak di dapur.
“Mah… aduh lapar nih, dari pagi belum diisi dengan nasi !!! Sambil masuk kamar menggati pakaian kantornya.
“Habis akang bangun kesiangan, sebentar kang, nasinya baru setengah matang, paling juga 15 menit lagi !!! Sambil mengupas bawang merah yang membuat matanya berlinang air mata.
“ Aduh sudah tidak tahan nih, perut sudah berdangdut minta diisi !!! Sambil memegang perutnya.
“Yah, kalau sudah tidak sabar, ambil saja sendiri, tuh kayaknya kalau sayur lodeh sudah siap, dipanci.” Sambil kesal menyuruh suaminya self service.
Pak Kardun mengambil piring dan centong mengambil nasi setengah matang langsung dari langseng dan sayur lodeh dari panci. Dengan lahap dia makan seperti singa kelaparan.
“Tidak serasi sekalai… nasi setengah matang, sarur lodehnya kurang garam lagi…” berbicara sambil makanan penuh di mulut, nasi panas dan lodeh panas.
"Salah sendiri, ngak sabar sih, kalau mau nunggu nasi matang sayur enak harus sabar menunggu donk…” Istrinya dongkol pada suaminya 25 % marah.

Sebelum bnerangkat ke kantor , anak-anak sibuk mempersiapkan untuk berangkat ke sekolah, demikian juga ibu Kardun membantu mempersiapkan mereka. Pak Kardun membawa celana kantor yang sobek belum diperbaiki.
“ Mah… masa ini celana sobek sudah satu minggu belum kau perbaiki, hari ini aku aku harus memakai celana seragam ini, nanti celana dalamnya kelihatan donk.” Sambil memasukan celana kantor yang bolong di atas kepalanya sambil tersenyum kecut.
“Sini akau jahitkan, habis akang naruhnya dimana saja, waktu sudah mepet baru minta dijahitkan.” Sambil menarik celana kantor pak Kardun sambil menggerutu.
“Lho kok, kamu jadi sering marah-marah begitu …akhir-akhir ini.” Dengan nada melihat melihat sikap istrinya . “ Biar aku saja yang menjahit kalau kau tidak mau ? Biar sini.” Ia mulai kesal kesal juga melihat sikap istrinya hari-hari ini. Ia merebut celana dari tangan istrinya.
“Biar-biar aku bereskan.” Sambil pakaian itu ditarik lagi dari tangan suaminya. “Akang tahu beres saja.” Masih dengan nada marah yang meningkat menjadi 50 %.
Kamila menghampiri bapak dan ibunya yang sedang tarik menarik celana panjang kantor pak Kardun.
“ Papa sama Mama jangan berantem.” Sambil tangannya bertolak pinggang sebelah kiri dan tangan kanan menunjuk ibu dan bapaknya.
“ Enggak sayang papa sama Mama sedang latihan tarik tambang buat perlombaan.” Dengan perasaan malu pertunjukan mereka disaksikan oleh anaknya.
“Papa sama Mama janji mau belikan baju baru, buat ulang tahun Kaka nanti sore kan, Pap !!! Sambil mengharapkan persetujuaan papa dan mamanya.
“Yah, sayang nanti kita belanja bersama-sama , Oke !!! “ Tanda setuju.
“ Oke deh kalau begitu , kaka pergi dulu ke sekolah ?? Sambil mencium kedua tangan orang tuanya.

Pak Kardun sedang memimpin rapat PGRI di ancab Legok Winaya sampai sore belum selesai juga, Kamila dan Bu Kardun sudah lama menanti di teras depan rumah dengan hati yang was-was.
“Kemana Papa, kok belum juga pulang, kan sudah janji mau belikan baju baru sekarang ? Sambil menangis menghampiri ibunya. “ Pengen baju baru huhuhu….pengen baju baru uuuuuuu.” Menangis semakin keras.
“ Sebentar sayang, mungkin papamu sedang di perjalanan,… sebentar… sebentar juga dia sudah sampai ????
Sampai pukul 17.30 Pak Kardun belum juga pulang ke rumah. Pak Kardun baru masuk ke rumah dengan motor vespanya.
“Aduh maaf, papa harus rapat dulu di PGRI, ada masalah penting yang harus dibahas.” Katanya dengan meminta belas kasihan kepada istrinya dan anaknya.
“Gimana sih papa kan sudah janji.. mau beliin baju baru, papa ingkar janji lagi…” sambil menangis memukul papanya.
“Terlalu Pap, kita sudah menjanjikan membeli baju baru kepada Kaka sebulan yang lalu tapi akang cuma janji-janji sajaa !!!” Menambah dukungan buat anaknya.
“ Maaf,…ini tidak disengaja…bagaimana kalau besok sore, sekarang sudah malam ?” Sambil merendah, meredakan suasana.
“Nagak mau… pengen sekarang, ingin baju baru.” Sambil berlari kekamar tidurnya dan membanting pintu kamar.
“ Makanya Pap, jangan banyak bikin janji, pada anak-anak.” Mendukung sikap demonstrasi anaknya. Marahnya naik menjadi 100%.
“ Mah, aku kan sudah berusaha …, tapi inilah usahaku.” Berusaha membela diri tapi istrinya sudah lari tidak mendengarkan ucapannya. “Semuanya sama-sama penting, aku harus memilih dari semua yang penting dan ..aku bingung sekarang ini…hahh." Ia kesal menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Pak Kardun dan bu Kardun semakin sering terlibat dalam pertempuran-pertempuran di garis belakang. Anak-anak sering terpelongo ke heranan melihat Papa dan Mamanya yang sangat doyan kasih nasehat agar selalu akur dengan saudara-saudaranya itu, saling gasak dengan kata-kata galak, atau saling gembot dengan pelotot sebesar jengkol. Debat-debat kusir tanpa uang sidang yang sangat sering mereka selenggarakan apabila situasi sudah gawat.

Dua minggu kemudian setelah pertempuran agak mereda, pertengkaran yang membuat keduanya kelelahan. Pertengkaran itu jelek pikir mereka. Dan untuk mengharmoniskan keluarga keduanya sepakat dimeja perundingan mereka pergi ke tempat biro konsultasi keluarga dengan psikolog yang terkenal Prof. DR. M. Akur.
“ Sebetulnya ada masalah apa antara Pak Kardun dan Ibu ?”
“ Saya heran Pak Prof, istri saya ini akhir-akahir ini cepat marah…” sela Pak Kardun.
“Siapa yang marah, tapi siapa yang memulainya…?” Istrinya tidak mau menerima.
“ Yah sudah cukup-cukup, dalam buku saya yang berjudul “Rumah tangga dan perkawinan” Masing-masing Pak Kardun dan Bu Kardun harus ada toleransi, saling pengeertian control dan kritik diri yang merupakan resep yang paling mujarab, bahwa keharmonisan rumah tangga tak dapat dibina apabila salah satu pihak mau menang sendiri saja.” Dengan tenang sambil melihat ke kiri dan kekanan melihat Pak dan Ibu Kardun.
“ Sekarang Pak Kardun sampaikan kepada saya apa-apa saja kebaikan dari istri Pak Kardun, seperti misalnya dia itu setia,… suka membantu, ceria dst. Demikian juga Ibu Kardun sampaikan kepada saya kebaikan-kebaikan suami ibu. Semua itu maksud saya adalah bahwa orang itu tidak selalu jahat pasti ada sisi baiknya, kadang-kadang baik, kadang-kadang salah. “ Diferent situation diferent character.” Dengan meyakinkan pak Profesor berkhutbah.
Nasihat itu ternyata sangat manjur. Katup pembukanya sebenarnya adalah niat kami sendiri untuk memperbaiki perahu perkawinan yang sudah bocor karena gerogotan-gerogotan sengketa rumah tangga. Diprakarsai oleh niat kami untuk menambal bocor-bocor perahu perkawinan kami, maka segala nasihat itu kami jalankan dengan hasil yang maximum. Dan kenikmatan perkawinan terasa hangat apabila setelah badai sengketa mereda, matahari keharmonisan kembali bersinar, yang lima belas tahun yang lalu pernah diberi ikrar kasih tanpa reserve disaksikan bintang-bintang dilangit mendung.

Satu bulan kemudian, terbit dari keinginan untuk menjalankan, terima kasih meraka dan sekalian menikmati kembali secomot keindahan masa berduaan mereka berniat akan mengunjungi Pak Profesor pada suatu senja yang mencorong.
“ Mah, sudah lama kita tidk jalan-jalan bersama. Muter-muter keliling kota.” Sambil memegang tangan istrinya dengan mesra.
“Betul Kang, rasanya membosankan kalau di rumah terus-terusan.” Dengan manja dia bicara seperti waktu masih gadis.
“ Kamu lucu deh, cantik sekali, bagaimana kalu kita silaturahmi ke tempat konsultasi Prof. M. Akur, sesudah itu kita jalan-jalan ke Mall ?”
“Tapi bukan untuk konsultasikan, rasanya kita punya masalah lagi yang harus di selesaikan !!!”
“Tidak, hanya silaturahmi saja, sekalian mampir.”
Dengan sepeda motor sebuah vespa tahun 1975 tetap dijalankan “safe” menuju tempat praktek rumah Pak Professor.

Diperempatan lima tiba-tiba Pak Kardun melihat sebuah Mercy menuju utara. Seorang pria tengah umur dan seorang wanita muda yang cukup menarik.
“Pak Professor dengan ibu, sepertinya sudah pulang dari tempat prakteknya.” Kata pak Kardun pada istrinya yang rapat menempel dibelakang dengan suara keras karena suara motor si Dukun yang meraug-raung.
“ Kita langsung saja kerumahnya, Kang !!!”
“Aku tidak tahu Mah, dimana rumahnya tapi nanti aku Tanya Bung Kadir nanti dia akan memberi tahu kita rumah Prof. DR. Akur.”
“Kalau begitu kita langsung saja ke Supermarket, kita kan sedang jalan-jalan.” Sambil memegang erat pinggang suaminya.
“Sebenarnya aku belum kenal Ibu professor itu. Tapi aku yakin bahwa itu adalah istrinya. Terpaksa kita tangguhkan kunjungan sore itu. Karena kita tak tahu sampai jam berapa Pak Professor dan Ibu yang catik itu sampai di rumah.”
Beberapa hari kemudiah, setelah mengetahui alamat rumah bapak Prof. Dr. M. Akur.
“Mah, sekarang menurut perhitungan bahwa Bapak Prof. dan Ibu pasti ada dirumah ??? Alamatnya ku peroleh dari Bung Kadir yang pernah berkunjung ke sana.” Dengan gembira mengajak istrinya.
“Iyah,.. kesempatan yang baik kang, ayo kita berangkat sekarang.” Sambil berangkat ke kamar mempersiapkan pakaian.

Si Dukun (motor vespa) mereka simpan dipinggir jalan sebuah toko, tanpa dikunci. Karena toh bangsat mana pula yang mau menggasak sepeda motor setua itu. Dan kalaupun mencoba, masih disangsikan kesanggupannya untuk menjalankannya. Kami berjalan menuju rumah Pak Professor. Matahari sore bersinar lembut. Istriku makin nampak cantik setelah gencatan senjata itu. Mereka mendekati rumah Pak Professor.
Tiba-tiba mereka mendengar suara maki-makian, galak, cerewet dan lantang. Jelas keluarnya dari tenggorokan seorang perempuan yang sedang marah.
Kulihat perempuan itu keluar. Pendek gemuk dan sekitar berumur 40-an. Dengan bertolak pinggang ia melihat, atau lebih tepat melotot ke dalam rumah sambil tangannya yang gemuk-gemuk bertolak pada pinggangnya yang sukar dibedakan dengan pinggulnya. Ia marah benar nampaknya. Dan aku teringat saat-saat yang semacam itu beberapa bulan yang lalu sering kami alami.
“Pasti Pak Professor akan segera turun tangan untuk mendamaikan perempuan maha galak ini dengan suaminya.” Kata Pak Kardun kepada istrinya.
Istrinya terdiam mendengar suara itu.
“Ayooooo., keluaaaaaaaar, monyet tua !!” Ia melolong panjang. “ Sipeot yang tak tahu diri. Ayo keluar peooooT !” Aku minta cerai sekarang juga peooot !” Dan dengan gagahnya ia menantang ke dalam rumah.” “Tua bangka yang tak tahu diri. Peot-peot masih pacaran. Ayo ceraikan aku sekarang juga.”
Dan dengan lincah , mungkin karena marah sehingga mampu menggerakan gumpalan-gumpalan daging tubuhnya demikian cekatan. Ia masuk kedalam rumah untuk barangkali menyeret suaminya.
“Mah, tunggu saja disini dulu, sebentar. Kalau Pak Prof, ada di rumah kita langsung menemuinya, kalau tidak kita pulang lagi saja.”
“Si perempuan gendut itu menarik tangan, menyeret suaminya, yang tampak sangat ketakutan. Wah gawat…” Aku memalingkan muka. Adegan ini terlalu tragis untuk aku lihat. Aku tak tahan lebih lama lagi berdiri di tempat itu. Kutarik lengan istriku untuk kembali ke sepeda motor yang dengan taatnya menanti di pinggir toko.
Aku tak tahan melihat Pak Professor diperlakukan dengan kejamnya oleh istrinya.
“Mah, kita pulang saja. Pak Professor dan ibu sedang tidak ada di rumah….”