Doktorandus Karta Dundawigena alias Kardun yang punya lelakon ditunjuk menjadi Kepala Sekolah. Pak Hidayat ketika mendengar bahwa sahabat medoknya diangkat menjadi wakil Mentri Pendiknas yang paling top disekolah itu segera bersiap dengan setelombong ucapan selamat. Berita pengangkatan itu sungguh paling “Top” paling merupakan “Surprise”. Betapa tidak, karena seumur-umur mendorong kumisnya yang jarang ini, Pak Hidayat belum pernah mendengar keinginan doktorandus sobat Pak Hidayat itu untuk ikut “manggung” seperti insan-insan seangkatan Kardun yang sudah jadi penggede-penggede.
“Selamat nih bapak Direktur Drs. Karta Dundawigena, wakil Mentri Pendiknas di Legokwinaya.” Sambil mengulurkan tangan.
“Sompret, kau Hidayat monyong. “ Ia nyeletuk ketika Pak Hidayat mengulurkan tangan. “ Kau juga tahu, satu comotpun aku tidak punya ulah untuk di taksir bapak Kabin. Aku hanya pejabat Kepala Sekolah selama bapak Kepala sekolah mengikuti seminar di Jawa Tengah. Cuma karena aku yang paling senior atau paling sepuh atau paling karatan, maka aku naik pentas menjadi Kepala Sekolah darurat selama tiga minggu. Lain dari itu celakanya aku juga adalah wakil Kepala Sekolah jadi terpaksa tugas itu ditaruh diatas pundakku ini.” Yang terakhir diucapkannya perlahan-lahan.
“Tak apalah. Sedikitnya aku mengucapkan selamat padamu untuk tiga minggu selama kau menjadi insan paling top di sekolah ini.”
“Paling top tujuh puluh.” Kardun menyela. “ Untuk menjadi Kepala sekolah yang baik selama tiga minggu aku merasa berat, apalagi untuk selama karier. Ya kalau sekedar “Pangkat dulu kemampuan bagaimana nanti, Aku kira banyak yang mampu.”
“Ya, Itulah salahnya denganmu dan insan-insan tipe kamu.” “Kan kita bisa menjadi pemimpin sambil belajar ?”
“Bagiku tidak demikian. Kesiapan mental dan kesiapan kemampuan mesti berjalan bergandengan.”
“Kalau semua calon pemimpin beranggapan seperti kamu siapa pula yang mau menjalankan tugas-tugas memimpin ? Kapan pula kita akan mampu memulai sesuatu bila kita harus seratus persen ready ? Sambil tetap tidak mengerti akan pendirian sobat yang satu ini.
“Tidak, tidak banyak orang sependirian seperti aku. Untunglah ! Sungguh beruntung bahwa banyak yang punya ambisi mempertinggi karier itu wajar. Hanya yang jiwanya mati yang tidak punya secomot ambisi hidup. Kau pun jangan salah bahwa sangka bahwa aku tidak punya sedikit ambisi. Hanya mungkin bentuk dan way outnya yang tidak sama dengan sobat-sobatku yang lain.”
“Juga dalam timingnya tidak sama.” Kata Pak Hidayat menyela “Hingga sering kau ketinggalan kereta api.”
“Dari pada naik kereta api yang salah aku lebih baik tidak naik.”
“Itulah susahnya kalau berdebat dengan Kardun. Ia selalu siap dengan setelombong-telombong argumentasi, meski menurut hematku tidak semuanya tepat. Tapi biarlah Kardun punya pendapat sendiri asal tidak mengganggu jalan hidup orang lain yang tidak sependirian dengan dia.” Pikir Pak Hidayat.“Berbahagialah kita bila dalam menghadapi satu masalah kita berbeda pendapat. Artinya kita belum menjadi robot intelektuil.” Kata Kardun demi melihat aku terdiam, agaknya ia membaca pikiranku.
“Asal prinsip menghargai pendirian orang meski tidak menerimanya dan prinsip tidak saling mengganggu kita pegang teguh. Sebuah lagu yang merdu adalah lagu yang tidak bernada sama. Tidak eentoning tidak monotonous, sobat…” Sambil berjabatan tangan dengan Pak Hidayat.
Menjabat sebagai pemimpin darurat bagi insane setipe Kardun banyak menyedot keharusan-keharusan, menyesuaikan diri apalagi dari insane semacam yang punya lelakon yang kadang-kadang berpenampilan yang hanya difahami orang-orang yang dekat dengan dia. Namun demikian ternyata dia juga mampu menjadi wakil Mentri Pendiknas di sekolah itu. Hanya satu hal yang dianggap mengganggu kebiasaan rutinnya. Ialah latihan bulutangkisnya menjadi berkurang. Padahal badminton ini sangat berguna untuk mengimbangi lemak-lemak yang sudah mulai menghuni bagia-bagian tubuhnya. Biasanya tiap bebas mengajar, Kardun selalu nampak sedang memukul-mukul bulu bebek di aula.
“Waduh sudah janji main badminton dengan Pak Umar minggu kemarin, bagaimana yah ??? Sambil memegang reket bulu tangkisnya dan aduh perut ini tambah gendut saja.”
Santi salah seorang murid kelas II C mengahadap beliau…
“Pak saya mau minta ijin pulang, karena kepala saya pusing-pusing sekali, Maybe I have got a flu.” Katanya dengan dahi yang penuh dengan keringat.
“ Yah, memang kelihatannya kamu sakit perlu istirahat, biar bapak bikinkan surat ijin pulang, tapi jangan lupa langsung ke dokter, terus istirahat, karena sebentar lagi kamu akan menghadapi UAS.”
“Yah Pak terima kasih, mohon doa dari bapak mudah-mudahan ini bukan gejala flu babi…” Setelah mendapat surat pengantar sambil berjalan dengan gontai.
Orang tua murid masuk menghadap….
“Saya mau menanyakan, apa betul anak saya si Rini, setiap Kamis sore ikut latihan angklung, karena setiap hari kamis baru sampai dirumah pukul 21.00 WIB, begitukah.”
“Sebentar bu, Si Rini ikut angklung pulang jam 21.00 WIB.” Dengan heran mendengar laporan itu. “ Akan saya tanyakan dulu ke Pak Adang guru kesenian.” Sambil mengangkat gagang telepon menghubungi Pak Adang di ruang guru.
“Tolong Pak Adang, ini ada tamu, orang tua murid mau bertemu dengan Pak Adang, segera datang.” … “ Yah bu Pak Adang sedang menuju kemari.
Pak Adang masuk keruangan Kepala Sekolah.
“Ini Pak Adang bu, guru kesenian. Ini ibunya Rini mau menanyakan apakah setiap kamis sore, dia ikut latihan angklung.”Orang tua Rini dan Pak Adang bersalaman.
“Betul bu, Rini latihan angklung setiap Kamis sore, tapi maaf bu kita bias bicara di kantor saya saja, karena bapak Direktur masih harus bertemu dengan tamu yang sedang antri.
“Yah silahkan-silahkan…bu, supaya permasalahannya jelas.”

Diruang tunggu Pak Direktur Kardun sudah banyak menunggu secara antrian tukang agen densol, tukang buku tulis dan bacaan, pemborong bangunan dan orang tua siswa.
“ Kami dari perusahaan pengharum ruangan “Semerbak Harum” menawarkan kepada bapak macam-macam barang baru, perusahaan kami mempunyai selogan.”Malu bertanya sesat di jalan, sekali mencoba lupakan yang lain. Cring-cring hemat 20 % hemat 200 perak Pak, silahkan coba Pak?”
“Yah, untuk ruang pengharum sampai 2 tahun ini masih cukup persediaan, yah bila nanti habis, saya hubungi bapak 2 tahun lagi, saya minta kartu namanya saja !! Tegas Kardun.
“Terimakasih banyak pak untuk perkenalan ini.” Kata agen Densol.
“Ini buku-buku baru, masih hangat pak, enak dibaca, murah harganya, dapat di kredit 3 x bayar, untuk para guru dan untuk para siswa, untuk meningkatkan intelektual kita.”
“Yah, terima kasih, pada prinsipnya kita memang ada anggaran untuk pembelian buku-buku, tapi anggaran pendidikan hanya 6 % dari APBN jadi dengan anggaran ketat ini, kami belum bias membeli buku-buku tersebut, karena ada pos-posnya masing-masing, saya minta kartu namanya saja, nanti dihubungi kalau perlu.” Sambil berdiri menyalami kedua tamu tersebut.

Pukul 13.00 WIB, Direktur kita sudah tidak mendapatkan tamu, ia menyuruh kepada mang Oyo pesuruh sekolah.
“Mang Oyo sekarang sudah tidak ada tamu, pekerjaan saya sudah selesai, saya sudah janji sama Pak Umar minggu kemarin akan main bulu tangkis. Jadi kalau ada perlu apa-apa, ada tamu atau ada sesuatu yang harus di tanda tangani cari saja di lapangan bulu tangkis.” Sambil membawa kantong yang berisi raket, handuk dan kok.
“Baik pak, nanti mamang mencari bapak ke lapangan bulu tangkis.”

Dalam pertandingan Pak Kardun dan Pak Umar merupakan pasangan kompak, tetapi lawan kali ini bukan lawan yang cetek, lawannya pun tangguh. Point saling susul menyusul. Kedudukan 10 – 11. Tim Kardun kalah. Mang Oyo masuk permainan dihentikan.
“Pak ini surat yang tadi sudah di tik, tinggal bapak tanda tangan.”
“Surat undangan rapat mang, cing mang nonggong (membungkuk) akan saya tanda tangan.” Memegang bol point dan menandatangani di punggung mang Oyo.
“Terima kasih Pak, silahkan pak dilanjutkan.” Kata mang Oyo.
“Terima kasih mang , tolong fotocopy dan nanti bagikan pada guru-guru.”
Babak pertama Tim Kardun memenangkan pertandingan 15-13. Sejak menjabat sebagai kepala sekolah darurat, banyak urusan sekolah yang menuntut perhatian beliau. Belum lagi bicara mengenai tamu dinas dari Kabin. Permainan babak kedua tim lawan bermain lebih baik, Pak Kardun kurang konsentrasi permainan, banyak kecolongan.
“Dun, mainya konsentrasi dong, kita kecolongan melulu.” Kata Pak Umar teman Tim Kardun.
“Betul nih aku kekurangan konsentrasi.”
Permaian dilanjutkan kedudukan 6 – 12 untuk kemenangan Pak Hadi dan Pak Jaja.
“Maaf nih Pak Direktur mesti di kalahkan.” Sambil menyelesaikan pertandingan dengan sebuah smash, masuk kedudukan 8 – 15 untuk kemengan Pak Hadi dan Pak Jaja.
Baru saja rubber set akan dilanjutkan mang Oyo masuk aula.
“Gan, ada orang tua murid yang minta anaknya pindah, karena orang tuanya pindah tugas dinas.”
“Suruh ia menunggu barang dua puluh menit.” Kata Pak Kepala darurat.
“Tapi bagaimana yah Gan…” Pikir mang Oyo.
“Alaah silahkan menunggu saja di kantor. Tidak akan lama kok mang.” Kata Kardun sambil terengah-engah dan bermandi peluh. “ Katakan saja sedang ada urusan dulu.”
“ Ini juga urusan , ya Bang !” Kata Pak Hadi lawannya bertanding.
Ketika Kardun baru saja mulai kembali main, KM (Ketua Murid) kelas IIB masuk.
“Pak Kelas II B tidak punya gurunya. Pak Dadi sudah menyuruh mengerjakan soal tadi. Sekarang sudah selesai. Apakah kami boleh pulang ?”
Setelah berpikir sejenak Pak Kardun.
“Tidak, tidak boleh pulang. Belum waktunya. Sekarang lanjutkan mengerjakan soal bab berikutnya. Awas jangan ribut yah. Nanti bapak mau lihat di kerjakan atau tidaknya.” Katanya dengan tegas.
Pak Kardun kembali melanjutkan main bulu tangkisnya. Celaka baru lima menit mang Oyo sudah muncul lagi.
“Ada apa lagi Mang ? Tanya kepala darurat itu. Mesti hati kecilnya berkata inilah konsekuensinya menjadi pemimpin.
“Gan, ada tamu lagi.” Kata Mang Oyo.
“Ala suruh nunggu saja bersama orang tua yang tadi." Kata kardun sambil mengusap peluh dengan handuk.
"Tapi ini mah Gan sangat penting.""Si orang tua juga kan punya kepentingan." Sambil kembali bermain.
"Gan kali ini mah yang datang Wakil Kepala Kabin." Kata Mang Oyo serius.
"Waduh memebuat repot nih, mesti berganti pakaian."
"Masa Kepala Sekolah mana pula yang menghadapi tamu memakai pakaian olah raga." Kata Pak Jaja menyindir solmetnya. Mendengar penjelasan Si Mamang kali ini terpaksa permainan di "Skors" untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya. Untunglah Wakil Kepala Kabin tidak lama singgahnya sehingga Doktorandus kita ini dapat kembali menepuk-nepuk bulu bebek.
Sungguh malang bahwa Mang Oyo datang lagi.
"Punten ini mah, Gan. Inimah tanda tangan saja, barangnya sudah diterima." Kata Si Mamang sambil memeberikan nota tanda terima.
"Oh Iya, aku ingat bahwa sekolah telah memesan 4 peti buku tulis dari toko buku." Terima kasih Mang. " Ia cepat cepat menandatangani nota penerimaannya dan cepat-cepat pula siap untuk service.
Maklumlah Drs. Kardun dan rekannya sudah hampir menang. Seandainya sudah hampir kalah kedatangan si Mamang akan dijadikan alasan untuk "tarik nafas". Dan berkat kelebihan kerjasama dan pembagian posisi meskipun stroke lawan lebih baik. Pasangan Drs.Kardun akhirnya mendapat kemenangan.
Kardun cepat-cepat berganti pakaian untuk kembali memerankan peran Kepala sekolah "fid daruri". Telepn berdering, sebuah suara berlogat Hongkong totok.
Tong Ben Sin : " Ini wapak dalektu ?"
Kardun : "Ya, pejabatnya."
Tong Ben Sin : "Apa Panyaba ?"
Kardun : " Semacam direktur juga, Tokeh." Sahut Kardun kesal campur ingin tertawa.
Tong Ben Sin : "Apa kilimang sutah ketelima ?"
Drs. Kardun teringat nota pengiriman tadi.
Kardun : "Sudah, sudah."
Tong Ben Sin : "Wakus-wakus, li sini sekalang ata yang lebih nomo satu. Apa wapa mau peseng laki?"
Kardun : "Nanti saja kalau sudah habis pesan lagi. Sekarang dibongkar saja belum."
Tong Ben Sin : "Wiasanya lua tika kali sudah hapis. Wayalnya kapang ?"
Kardun : "Nanti saja kalau sudah habis semua."
Tong Ben Sin : " Waaa, itu tita wisa. Itu untu di meca untung makang paki dang sole."
Kardun : "Nanti dulu, ini apa hubungannya dengan makan pagi makan sore ??? Kita kan sedang membicarakan kiriman buku ?" Sela Kardun sambil kesal.
Tong Ben Sin : "Wuku apa ? olang kecap, Tauco cap polote ampa peti, likilim sama situ olang.
Kardun : "Tokeh sudah salah kirim ini SMU bukan toko kecap. Tokeh sudah salah kirim,silahkan ambil lagi, maaf saya sudah tanda tangani nota pengantarnya, saya kira pengiriman buku."
Tong Ben Sin : "Watu cilaka, Si Mamat salah ngilim,....."
Beberapa saat kemudian setelah si tokeh mengambil kirimannya, Drs. Kardun sedang mengisi agendanya. "Satu lagi pengalaman menarik tapi bikin dongkol. Gara-gara gedung sekolah bekas pabrik. Satu bahan bagus bagi temanku Hidayat buat bahan "Golempang".



0 komentar

Posting Komentar