Malam bersiram hujan di satu bulan Nopember. Karena mati listrik dengan bantuan lampu temple penerang para aki kita abad 19. Drs. Kardun, Ketua PGRI Cabang Legokwinaya, tokoh pendidikan untuk abad Ruang angkasa tengah menyusun rencana HUT Organisasi, sekalian dengan hari guru. Otaknya berjalan lancar melahirkan idea-idea yang akan dikemukakannya dalam rapat pengurus Ancab nanti. Namun ketika pada rencana budget, kepalanya mendadak menjadi beku.
“Membuat rencana belanja sih gampang, akan tetapi bila tiba pada pemasukan, mendadak menjadi seret. Apalagi bila ia ingat bahwa para guru daerahnya sudah berenang dalam hutang.” Ia berguman sambil berkaca pada dirinya sendiri.
“ Menghutang adalah satu dilemma yang tetap kronis di kalangan para guru. Tidak berhutang dapur akan berhenti mengepul dan bebenyit (anak-anak) akan menyanyikan koor keroncong perut. Belum lagi butuh keperluan kerja paling top bagi Legokwinaya, sepeda motor, pakaian. Dinding perlu kalender yang serasi dengan gengsi seorang wakil Mendiknas di Legokwinaya, etc.. Semuanya itu tak akan dapat diraih tanpa mengeclok (melompat atau ngutang). Tapi bila eclokan itu di total jendralkan jangankan gaji yang dekat, gaji yang setelah itupun (bulan depan) ikut tergerogot….” Ia berbicara sendiri persiapan untuk sambutan rapat organisasi.

Seperti seorang peserta rapat yang mengantuk tiba-tiba mendengar ketukan palu ketua, Drs Kardun terkejut ketika sebuah teriakan terdengar dari rumah sebelah. Teriakan seorang perempuan . Keras dan menusuk dan bernada bawel. Ia tahu rumah itu di huni Ahmad Karibon Sukmanapapa B.A. Sekretaris Pendidikan dan Olah Raga Ancab Legokwinaya. Dan teriakan itu niscahya teriakan istrinya. Terdengar teriakan kedua menyebabkan Pak Kardun bangkit dari kursinya. Istrinya mengahampirinya.

“Kang, suara itu di rumah Ahmad Karibon…suara Titin istrinya !!! “ Akang mesti kesana..jangan-jangan ada maling” Dengan gelisah ia menghampiri suaminya.
“Tin kamu jaga di rumah, kalau ada apa-apa kamu lari ke pos hansip meminta bantuan !!!” Pinta Kardun sambil memberikan kode isarat penyerangan kepada istrinya.
“Ya..Yah Kang .” dengan perlahan, mengantar suaminya keluar rumah dan mengunci pintu rapat-rapat.

Rasa kebapaan sebagai ketua PGRI di Legokwinaya mendadak muncul dibatok kepala Kardun. Ia mesti turun tangan . Minimal ia mesti tahu apa yang sedang terjadi,. Sambil memegang pentungan bola kasti siap memukul bangsat yang mengganggu ketentraman.
“Siapa tahu Ahmad sedang tidak ada, kemudian ada perampok yang masuk. Tiba-tiba ia berpendapat lain. Bagaimana apabila Ahmad ada di rumah, kemudian mereka terlibat dalam konflik rumah tangga, yang merupakan peristiwa rutin bagi suami dan istri ? Niscahya intervensi semacam itu adalah sesuatu yang tidak dikehendaki. Bagaimanapun juga ia tidak boleh ikut campur dalam peristiwa itu. Jangan-jangan ia akan dicap tak tahu adat ?” Pikir dia dalam hati.
Ia sedah berketetapan untuk mengetahui sesuatu tentang apa yang sedang terjadi di rumah Sekretaris Pendididkan itu. Ia berdiri di depan rumah itu. Pintu depan tertutup. Apakah ia mesti mengetuk pintu ? dan… mengucapkan : “Assalamu alaikum “ dan ada apa ini , apa yang sedang terjadi ? Ia kembali berhenti. Sunggoh totol perbuatan itu.
“Dan you mau apa kesini ?” Apabila istri Ahmad Karibon yang terkenal bawel balik bertanya?” Apakah Bapak akan berkhotbah tentang tugas seorang Ketua PGRI Ancab dalan urusan laki-bini ??? Bapak harus menunggu jawabannya sampai kongres mencantumkannya !!!”
Pak Kardun berdiri di depan pintu.

“Tak salah lagi mereka sedang bertengkar. Jelas dari diskusi hangat dan nada suara yang keluar dari hati yang terbakar emosi. Emosi seperti api. Ia bisa menghangatkan dada tapi juga bias membakarnya sampai hangus.” Pikir Pak Kardun dalam hati.

Sebaris cahaya keluar dari sebuah lobang pinggir rumah. Naluri keinginan tahu Drs. Kardun tergugah, seperti keinginan tahu pegawai negri apabila sampai seletingan berita tentang rejeki durian runtuh rekan atau penggede. Isue kenaikan jabatan structural yang naik 2.500%. Ia menuju lubang itu dan mengintai kedalam.

Terang benderang di dalam rumah karena lampu petromax, penerangan yang up to date di Legokwinaya. Jelas mereka sedang bertengkar. Istri Karibon tampak sedang bertolak pinggang, matanya seakan-akan mau melompat dari kelopaknya, mulutnya membuat ekspresi yang niscahya akan membuat seorang anak akan terpeot ketakutan. Idem ditto Ahmad Karibon. Meskipun tidak segalak istrinya, ia nampak marah juga mendengar serangan-serangan istrinya yang berubi-tubi. Sementara disana terdapat pula orang ke tiga. Seorang setengah umur yang bagi Kardun nampak ketololan melihat orang bertengkar. Ia duduk diatas sebuah dingklik dan penuh perhatian melihat kedua orang yang sedang bertengkar itu. Ia adalah Pak Karta, Kepala EsDe pensiunan bekas ketua PGRI setempat.
“Situa tolol..” Pikir Drs. Kardun, “Mengapa ia diam ketololan. Tidak berusaha melerai suami istri sedang bertengkar.” Apalagi…..
Dari lobang kecil itu ia melihat istri Ahmad mengambil sebuah surat.
“Lihat, surat ini, tuan besar.” Teriak si istri. “ kau akan mesdustai aku lagi hah ? Ini adalah surat terbuka dari anggota-anggota yang dongkol.”
“Aku tidak dusta,Tin.” Ahmad menjawab. “Aku benar-benar ke Jakarta untuk menguruskan rapel teman-teman sekalian dengan kenaikan pangkat.”
“Tapi mana hasilnya ? Kau tahu teman-temanmu pada kecele karena usahamu nggak berhasil ? kau tahu mereka dongkol karena uang TKM tak kunjung nonghol….”
“Biarkan saja mereka menggerutu. Toh bukan aku yang harus bayar. Pemerintah yang wajib bayar.”
“Tapi kau kurang berusaha, Kau….”
“Tapi aku berusaha. Setengah mati aku turun naik tangga di Kantor itu, sampai dengkulku lemes, Tin. Namun demikian jawaban mereka, kita mesti tunggu sampai jatah tiba.”
“Persetan dengan jatah. Namun jelas kau cuma main-main ke Jakarta ya. Tuh lihat dalam Koran ini. Jatah sudah dibagi. Tiga ratus juta perak…..” Istrinya sambil memperlihatkan berita Koran terbaru.
“Itu bukan untuk kita, Tin. Itu untuk para pemimpin kita yang tanggung jawabnya, ratusan lipat kali kita. Kalau ujian bocor kan tanggung jawab mereka berat.” Suaminya berkilah.
“Apa kau kira tanggung jawabmu di kampung kecil ini tidak berat juga ? Apa kau lupa bahwa kalian sampai-sampai belekan menjaga naskah ujian, dan Pak Bahar sampai-sampai kumat sakit bengeknya karena digertak ancaman peserta ujian ???
“Kau tak usah berkhutbah, Tin. Semua itu aku tahu. Itu bukan urusanmu, itu urusanku.”
“Dan kau kira ini tidak menyangkut urusanku, ya.” Dan istri Ahmad mengeluarkan dua buah kertas kecil dan sebuah pas photo. “ Ini adalah dua buah sobekan karcis nomor kursi A satu dan dua, Hhmmm !!! Biar paling belakang yah.. Biar Asyik. Dan ini adalah pas photo perempuan. Pacarmu yang kau bawa ke bioskop yah. Itulah kerjamu ngurus nasib anggota.”
“Tin, demi Allah. Aku memang nonton, tapi bersama Pak Adang. Bahkan ia yang traktir aku. Dan itu adalah photo si Karsih anak Kepala Esde Rancadomba yang minta dimasukan ke EsEmPe.”
“Omong kosong !!!” Aku ngak percaya. Lihat tuan besar, itu sebuah kendi. Sungguhlah nikmat apabila ia dapat kesempatan hinggap dikepalamu yang pintar mengarang dusta itu….”
Dan Drs. Kardun melihat istri Ahmad menjangkau sebuah kendi besar sementara Pak Karta dilihatnya Cuma menonton saja. Sambil bertolak pinggang ia mengancam suaminya. Ia mesti bertindak cepat sekarang. Ia tak sampai hati membiarkan sekretaris pendidikan dan olahraga ancab Legokwinaya berkepala benjot akibat azab yang ditimpakan istrinya. Nota bene karena organisasi kurang berhasil . Drs. Kardun siap ikut campur.
Namun ketika akan meninggalkan lubang itu untuk masuk kedalam, tiba-tiba Pak Karta yang dari tadi berdiam saja itu berkata :
“Cukup-cukup itu baik sekali. Kau baik sekali Neng, begitu juga kau Jang Ahmad. Ekspresi gerak, kerjasama, dialog cukup baik dan isi mengisi. Apalagi kau Neng, ekspresimu dan intonasimu cukup menggambarkan perempuan bawel.”
“Memang ia benar-benar bawel Pak. “ Kata Ahmad Karibon.
“Bawel juga sayang pada suami, ya Pak.” Sahut istrinya.
“ Hanya aku tidak mengerti, mengapa setiap Ahmad menjawab kata-katamu kau tercengir-cengir. Padahal mimikmu bukan seharusnya begitu.”
“Habis setiap kali ia berkata, saya tak tahan bau mulutnya, Pak.” Kata istrinya.
“Kebanyakan makan jengkol,pak.” Kata Ahmad dengan tenang…
Drs. Kardun meninggalkan tempat itu. Tugasnya menyusun acara HUT telah terisi sebuah komedi, yang nyaris membuatnya menjadi ketololan.

Kegiatan olah raga merupakan salah satu kegiatan kegiatan Ancab yang paling kentara. Bagaimanapun juga insan-insan guru tidak dapat dipisahkan dari kegiatan olah raga, terutama guru-guru mudanya. Dan Kardun yang selalu “Young at heart” apalagi ditambah degan fungsinya sebagai Ketua PGRI di wilayah Legok Winaya, dengan sendirinya selalu tampil di barisan depan dalam kegiatan olah raga. POR PGRI Ancab Legok Winaya merupakan sebuah idea Bung Kardun kita. Dalam Sambutan Pembukaan POR PGRI di sebuah aula lapangan bulu tangkis menyampaikan pesan-pesan :
“Ancab Legok Winaya merupakan salah satu Ancab yang tidak ketinggalan dalam hal apapun dari Ancab-ancab lainnya dalam Wilayah PeDe (Pengurus Daerah) ini, lebih mantap dari ancab lainnya. Kesinambungan atau kontinuitas merupakan salah satu semangat kerja yang berhasil di tampilkan. “Gebrag tumbila “ atau “Panas-panas tai ayam” berhasil diganti dengan kerja yang terlihat hasilnya, kemudian dilanjutkan, berencana atas dasar yang tidak muluk-muluk, hebat-hebat. Meski sederhana akan tetapi memberikan satu hasil yang dapat dilihat, dan bisa dirasakan. Dan bila ada kekurangan di ketahui dimana letaknya untuk dihindarkan pada masa yang akan datang. Maka POR ini dengan resmi saya buka.”
Peserta yang terdiri dari para guru dari berbagai sekolah, EsDe, ES EmPe, dan EsEmU, bertepuk tangan riuh gembira….
“Direncanakan pula bahwa POR inipun akan diadakan tiap tahun, tidak sekali hidup terus wafat dengan setelombong motif “Kesulitan teknis, taktis dan tongpis alias kantong tipis. Jenis pertandingan diusahakan dapat diikuti oleh semua guru yang sehat jasmani dan rohani. Semua anggota PGRI harus berpartisi..sapi…aeh..berpartisipasi “ Melanjutkan pidatonya padahal tadi sudah resmi dibuka, habis gatel ingin bicara lagi pikirnya.
Catur merupakan kegiatan yang secara person juga diikuti oleh pembesar paling top Pegri di Wlilayah Legokwinaya ini. Namun dalam permainan catur paduka Ketua Ancab dijagokan untuk bertemu dalam semi final dengan Karpov- Kasparof dan Fischer-Fiscer local. Bahkan tidak sedikit yang meramalkan bahwa Bung Kardun berkat ketekunannya berlatih dan membaca buku-buku catur dalam dan luar negri dianggap paling “pantas” untuk keluar sebagai juara tahun ini.
“Teori-teori pembukaan seperti pertahanan Sisilia, Perancis, Alekhine, raja India, Steinitz, Petroff dll..dll telah aku pelajari, inilah “Olah raga benak “ Katanya kepada temannya sambil melemparkan buku-buku teori catur kepada temannya Pak Syukri.
“Tapi Dun, dari semua teori yang kau pelajari ada yang lebih penting yaitu latihan atau jam terbang mainnya,”
“Saya setuju, teori hanya merupakan rangka berfikir dan latihan adalah pengasahnya, supaya lebih jeli dan lebih tajam pikiran kita.” “Bahkan kalau perlu kita belajar Metalis seperti yang dilakukan “Master Joe Sandi” main catur tanpa mantra. Makanya sebelum perlombaan, team kita latihan dulu nati malam dirumahku ???”
Pada malam hari di rumah Pak Kardun berkumpulah para “Master Bermain Catur Tanpa Mantra” Pak Syukri, Bung Damiri, Pak Tardi, Wawan dan Ahmad Karibon. Para Master termenung di depan medan kayu dengan prajurit-prajurit dan opsir-opsir kayu dan semakin bertumpuk pula puntung-puntung Bentul, dan Gudang Garam serta kulit-kulit kacang diatas meja.
Ibu Kardun memanggil suaminya ke dapur.
“Aku senang melihat akang menggalakan kegiatan catur, tetapi bila kulit kacang pisang dan puntung rokok bersantai di atas meja, itu bias kotor ..kang!!” Sebagai tuan rumah ia berhak memberikan tanda lampu kuning kepada suaminya.
“Berikan kepada mereka tempat sampah, dan kantong kresek untuk kulit pisang dan kulit kacang… biar mereka membereskan sendiri… self service.”
Setelah approach yang sifatnya intern ini Kardun mengambil keputusan untuk mengembalikan kepada kondisi semula keadaan sehabis latihan catur, ditambah dengan ikrar “self service” bagi para gentlemen yang berlatih catur dirumahnya.
“ Mah, istirahat saja” Kardun melihat istrinya terkantuk-kantuk, menyuguhi tetamu yang sedang tenggelam dalam pertarungan antara tentara-tentara kayu itu.
Pada suatu waktu yang punya lelakon bersama beberapa temannya sedang asyik berlatih, tiba-tiba listrik padam.
“Eeeeeh…mati lagi….”
“Aneh listrik ini sudah dinaikan harganya tapi sering mati… gimana PLN ini ?” Kata Kardun menghibur para pemain catur.
“Kayaknya kampung kita ini belum pantas dapat listrik… mestinya pakai disel saja ..haahahaha…” kata pak Syukri menimpali.
“Sudah dua malam ini listrik kita ini mati.. besok mati lagi, kita datengi itu petugas.” Dengan gagahnya Wawan berkata dengan lantang.
“Permainan harus terus dilanjutkan karena hari ini adalah keputusannya menentukan 3 utusan cabang kita.” Sela Ahmad kepada rekan-rekannya.“Ya, untuk menangguhkan permainan adalah tidak mungkin, karena pada malam ini, akan ditentukan wakil kontingen catur dari ranting kita” Kata Kardun.
Sehingga Kardun terpaksa memanfaatkan sebuah lampu tempel dan beberapa batang lilin.
Kardun sebenarnya sedang dalam posisi sulit, karena lawannya bermain Pak Syukri Kepala SD Legok Winaya III sedang dalam posisi menyerang yang bila Kardun kurang waspada dapat berakhir dengan sebuah schak-maat.“Aduh patihku terkunci rapat tak dapat bergerak. Sementara kedua benteng Pak Sukri siap untuk mengadakan serangan total dengan system benteng berganda ditambah dengan patihnya yang sewaktu-waktu dapat menghabiskan riwayat Raja Kardun.” Pikirnya dalam hati.
Melihat bahwa kacang-kacang dan rangginang sudah tandas terkuras oleh Karpov-Karpov local itu maka Kardun pun pergi ke Lemari tempat istrinya menyimpan makanan. Dalam keadaan gelap ia menemukan stopfles dan meraba benda-benda bulat yang bila dicium baunya, tak anyal lagi adalah coklat-coklat kecil.“Coklatpun tak apalah.” Pikir Kardun. “Dari pada tidak ada sama sekali.”“Pak Heru, tolong ini antarkan makanan ini, sekalian dengan kopinya.”
“ Siap Pak, laksanakan.” Dengan sigap ia melaksanakan perintah sang komandan.
Maka hidangan kacang asin dan ranginang kini berganti dengan coklat yang mulai berpindah kedalam perut-perut para “Master” Legok Winaya ini diantarkan dengan hidangan kopi hangat, jasa bung Heru, komandan Hansip guru setempat. Sementara mengunyah dan menyeruput air kopi yang hangat mata tetap terpaku ke papan yang mulai kekurangan cahaya.
Suatu hal yang sangat mengejutkan ialah kini tiba-tiba situasi berbalik. Pak Sukri yang tadi dalam posisi menyerang kini seperti kehilangan pegangan.
“Aku sedikit demi sedikit dapat memperbaiki posisi dan siap untuk mengadakan counter attack alias serangan balas. Agaknya Pak Sukri terganggu konsentrasinya. Sebentar-sebentar ia menyapu keringat dari keningnya, memegang perutnya sambil menyeringai dan meminta izin untuk pergi kebelakang. Aneh…..” Pikir Kardun.
“Aduh…maaf Pak Kardun, saya mau ikut kebelakang sebentar !!!” Sambil memegang perutnya dengan dahi yang berkeringat.
“Aduhhh, saya …permisi dulu mau kerumah, mau ke belakang dulu.” Kata Pak Ahmad Karibon yang rumahnya dekat dengan Pak Kardun.
“ Pak Kardun, saya ikut ke kamar kecil…!!!” Kata Damiri.
“Silahkan lewat sini belok kiri.” Timpal Kardun.
Agaknya pemain-pemain yang lain sama senasib sependeritaan dengan Pak Sukri karena terlihat bergantian pergi ke belakang rumah Drs. Kardun. Sehingga setengah jam kemudian para pemain seorang demi seorang minta permisi dengan alasan tidak enak badan.
“Mengingat point yang telah tercapai pada latihan-latihan sebelummya kita mengambil keputusan bahwa anggota kontingen catur Ranting Legok Winaya adalah Pak Sukri, Pak Tardi dan saya sendir.”
“Aduhhh..setuju…” Sambil berlarian keluar rumah Pak Kardun.
Setelah para tamu pergi Kardun memutar otak apa yang menyebabkan para master catur sering kebelakang itu.
“Kenapa yah, mereka jadi kurang konsentrasi dan sering ke belakang..Mang Heru ?”
“Iyah kayaknya mereka kerasukan “Jurig” (Setan) catur saja yah pak !! Keracunan kitu !!!” Timpal Mang Heru dengan seragam Hansip lengkap.
“Ah masa saya tidak apa-apa.” Kata kardun kepada mang Heru.
“Iyah Mamang juga, tetapi …aduhh Den.. mamang ikut ke belakang !!!”

Keesokan harinya Kardun melihat istrinya mencari-cari sesuatu di dalam lemari makanan.
“Cari apa kau Mah ?”
“Broxlax untuk obat urus-urus De Sansan.” Sahut istrinya.
“Dimana kau taruh ? Tanya Kardun.
“Dalam Stopfles yang persegi.” Kata Ibu Kardun sambil mencari-cari stoples itu.
Darah Kardun tiba-tiba tersirap, memenuhi seluruh tubuh dan ubun-ubun kepalanya. Ia teringat coklat-coklat itu.
“Pantas saja mereka…. Jadi sering kebelakang.” Dengan suara pelan.
“Mengapa, Pap ?” Tanya Bu Kardun.
“Oh tidak. Semalam aku berikan kepada Pak Syukri “ Anaknya perlu urus-urus. Habis baru diberi obat cacing sih. Kau tidak keberatan kan?”
“Tidak, tapi kau berikan itu terlalu banyak. Satu dua biji sudah cukup buat seorang anak.”
“Habis lima orang anaknya perlu urus-urus.” Sahut Kardun dengan cekatan.

1 komentar

  1. DRS.KARDUN  

    bagus nih ceritanya...harus jadi buku

Posting Komentar