Pak Kardun : '' Assalamu'alaikum ..... ''
Bu Kardun : '' Wa'alaikum Salam......, pulang malam Pap..''

Pak Kardun : '' Ya..Mah, mobilnya mogok jadi harus bermalam di penginapan...''Sambil membuka sepatu.

Kamila dan Sansan memburu bapaknya yang baru pulang dari tempat lokakarya.
Kamila, Sansan : '' Horee.....Papa pulang.....'' Kamila membawa sepatunya, Sansan membawakan tasnya mengarak dan membukanya di ruang TV.
Pak Kardun : Melihat tangan-tangan yang kecil itu membuka tas sang ayah. Muka berseri-seri dan hati penuh harapan. Dan tiada kedongkolan yang lebih menyesak kecuali bila melihat wajah berseri itu berubah menjadi lukisan kekecewaan. Meskipun tiada sepatah katapun keluar dari mulut-mulut kecil itu.
Bagi Drs. Kartadundawigena, alias Kardun dan juga bagi ayah-ayah lainnya, hal ini adalah demostrasi tanpa kata-kata. Anak-anak itu sudah terbiasa menyambut sang Ayah bila datang dari perjalanan jauh. Dan sebagai tokoh Pegri Ancap Legokwinaya, ia sering mesti meninggalkan rumah. Ke Cabang atau ke PeDe (Pengurus Daerah) di Bandung. Ke konperensi atau seperti kali ini ke saresehan.

Sansan : '' Papa nggak punya duit...'' membisikan kepada kakaknya Kamila. Kamila mengangguk.
Kamila : '' SSSttt..., jangan kedengaran nanti marah...''
Pak Kardun : '' Aku sebagai seorang ayah yang sudah biasa membawakan sebagai oleh-oleh untuk anak-anak, ada rambutan, ada kacang asin, ada duku, nangka gede dll. Akan tetapi kali ini oleh-oleh itu cuma berkas-berkas. Dan para Kardun junior belum butuh kertas. Mereka tidak berkata sepatah katapun. Akan tetapi bagi-ku hal itu sudah cukup melukiskan kekecewaan. '' Bicara sendiri sambil melihat anak-anak membuka-buka berkas-berkas.
Pak Kardun : '' Mah, tadi memang masih ada uang saku untuk membeli oleh-oleh. Akan tetapi celaka dua belas, mobil pinjaman yang dipakai bertourne oleh pengurus Pegri Legok winaya itu tiba-tiba mogok. Dinamo rusak, sementara perjalanan masih jauh. Maka terpaksa sisa uang saku itu dipergunakan untuk memperbaiki dinamo. Sehingga terpaksa kali ini aku pulang tanpa oleh-oleh. ''
Bu Kardun : "Yah, tidak apa-apa anak-anakkan sudah makan malam, tidak baik juga terlalu dibiasakan selalu membawa oleh-oleh, yah lebih baik uangnya digunakan untuk yang lain, buat beli beras atau apa, buat keperluan sehari-hari."

Situasi mesti diselamatkan sebagai seorang yang sering meninggalkan rumah adalah merupakan suatu keharusan apabila pulang tidak hampa tangan. Pak Kardun mendekati isterinya.

Pak Kardun : '' Anak-anak pasti mengharapkan sesuatu oleh-oleh. Anak-anak adalah anak-anak.
Mereka tidak mesti berlaku seperti orang yang sudah jembrosan.'' Karena ketika melihat para Kardun muda membuka-buka tas yang cuma berisi kertas melulu maka iapun sadar bahwa ia telah berbuat sesuatu yang tidak biasa.
Bu Kardun : "Sudahlah...Pap jangan "berlebih-lebihan" tidak usah dibelikan oleh-oleh, segala..." Karena bagi istrinya uang sisa itu lebih baik digunakan sebagai uang belanja harian daripada dibelikan duku atau rambutan.
Pak Kardun : '' Tapi Mah, ini kebiasaan yang sudah terbina bertahun-tahun niscahya akan ''mengejutkan ''bagi insan-insan kecil itu. Mereka mungkin akan bertanya-tanya dalam hati apakah sang ayah tidak punya duit, karena kecopetan atau mempraktekan kebiasaan gaya baru.'' Dengan berbisik kepada isterinya.
Namun yang jelas mereka kecewa. Pasti dari siang mula, mereka sudah membayangkan kacang asin atau rambutan atau kue-kue. Kali ini ternyata yang muncul cuma map-map. Mereka tidak berkata sepatahpun. Dan muka-muka yang kecewa itu kelihatan ketika mereka melanjutkan acara nonton TV.

Pak Kardun : '' Oh iyah, ada simpanan Si Bungsu sebanyak Rp 50.000,- untuk ulang tahunnya. Biarlah dipinjam dulu, besok-besok akan diganti dari honorarium SPP dan BP3.''

Beberapa saat kemudian ia mendorong Vespanya pelan-pelan kemudian, Drs Kardun sudah memacu siantit Vespa 1977 nya. Ia menuju ke pasar.
Pak Kardun : '' Situasi mesti diselamatkan, aku harus menebus kealpaan untuk menghilangkan kekecewaan dari wajah-wajah kecil anakku. '' Istrinya tidak diberitahukannya.
Meskipun di pasar itu tidak akan dapat dibeli oleh-oleh sekwalitas apabila ia berada di tempat kecil itu akan memadailah. Anak-anak tidak akan terlalu pilihan seperti orang dewasa. Ia juga merasakannya ketika masih bocah ingusan.
Pak Kardun : '' Mang beli rambutan, 3 kilogram duku, sabaraha mang ?
Tanpa ditawar menawar dahulu, karena ingin segera dirumah.
Tukang Buah : Sadayana (semuanya) jadi dua puluh ribu perak. '' Sambil memberikan bungku -
san 3 kg duku dan 4 ikat rambutan. '' Hatur nuhun, Pak. ''
Kemudian Pak Kardun mendekati tukang kue odading.
Pak Kardun : "Mang beli 25 kue odading, yang masih panasnya, sabaraha ?"
Tukang Odading : "Ieu 25 odading jadi Rp 12.500,- " Sambil memeberikan kantung kue. "hatur nuhun Pak."

Pak Kardun : '' Yah Cukup. '' Sambil melihat oleh-oleh dari Pasar '' Aku harus mengusir mendung dari rumahku ini. ''

Siantik dipacunya dengan kecepatan maksimum, melalui jalan berkerikil Legowinaya. Bulan bersinar seperti sinar yang diharapkannya akan muncul dirumah. Bapak-bapak yang baik mesti mengharapkan sinar itu terutama bercahaya di rumahnya Drs. Kardun melihat arlojinya.

Pak Kardun : '' Baru jam 10.00 malam. Acara TV masih berlangsung. Anak-anak niscahya masih asyik menonton. Malam itu '' X- File '' dengan Agen FBI Murder dan Sculy yang mengejar makhluk-makhluk luar angkasa. ''

Sampai dirumah ia segera mengunci motornya dan masuk ke dalam rumah. Ia membuka Pintu.

Pak Kardun : '' Anak-anak pasti akan menyambut oleh-oleh itu. '' Katanya didalam hati. Tak ada
seorangpun muncul. '' Pastilah acara TV ramai sehingga berderum diluar. '' Ternyata TV sudah dimatikan.

Mereka pasti di kamar dengan ibunya. Drs Kardun membuka pintu kamar dengan ikatan rambutan di tangan, pengusir mendung dari rumah. Ia ingin mereka berebutan menyambut rambutan dan duku itu.

Mereka memang sudah ada di kamar, tertidur terbenam dan pulas.

0 komentar

Posting Komentar